Rabu, 04 Mei 2011

bahasa ku

OBJEK LINGUISTIK: BAHASA
A. Pengertian Bahasa
Bahasa pada kalimat peristilahan de Saussure seperti yang sudah dibicarakan pada bab 2 adalah langue. Pada suatu langage (1), (2) dan (7) bahasa secara harfiah. Bahasa sebagai objek linguistik adalah definisi bahasa segi fungsinya itu, sapir (1221:8), Badudu (1989:3), Keraf (198:16), Kridalaksana (1983, dan juga dalam Djoko Kentjono 1982): “bahasa adalah definisi dari Barber (1964:21), Wardhaugh (1977:3), Trager (1949: 18), de Saussure (1966:16), Boliner (1975:15).
B. Hakikat Bahasa
1. Bahasa sebagai sistem
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu denan lainnya berhubungan secara fungsional. Dengan sistematis, artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola; tidak tersusun secara acak, secara sembarang. Sistemtis artinya baha itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-subsistem; atau sistem bawahan. sub-subsistem tersusun secara hierarkial. Artinya, subsistem yang satu terletak di bawah subsistem yang lain; lalu subsistem yang lain terletak pula di bawah subsistem lainnya lagi.
2. Bahasa sebagai lambang
Lambang dikaji dalam kegiatan ilmiah dalam bidang kajian disebut ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk bahasa. Semiotika atau semiologi oleh Charles Sanders Peirce Eropa oleh Ferdinand de Saussure adanya beberapa jenis tandam antara lain tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gestur), kode, indeks dan ikon. Lambang itu sering disebut bersifat arbitrer. Arbitrer adalah tidak adanya hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.
Sinyal atau isyarat adalah tanda yang disengaja dibuat oleh pemberi sinyal agar si penerima sinyal melakukan sesuatu. Sinyal bersifat imperatif. Gerak isyarat atau gestur adalah tanda yang dilakukan dengan gerakan anggota badan dan tidak bersifat imperatif seperti pada sinyal. Gejala atau symptom adalah suatu tanda yang tidak disengaja, yang dihasilkan tanpa maksud, tetapi alamiah untuk menunjukkan atau mengungkapkan bahwa sesuatu akan terjadi. Ikon adalah tanda yang paling mudah dipahami karena kemiripannya dengan sesuatu yang diwakili. Karena ikon disebut gambar dari wujud yang diwakilinya. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya sesuatu yang lain, seperti asap yang menunjukkan adanya api. Ciri kode sebagai tanda adalah adanya sistem, baik yang berupa simbol, sinyal, maupun gerak isyarat yang dapat mewakili pikiran, perasaan, ide, benda dan tindakan yang disepakati untuk maksud tertentu. Bahasa adalah suatu sistem lambang dalam wujud bunyi-bahasa bukan dalam wujud yang lain.
3. Bahasa adalah bunyi
Kridalaksana (1983:27) bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Bunyi pada bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi bahasa atau bunyi ujaran (speech sound) adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai “fon” dan di dalam fenemik sebagai “fonem”.
4. Bahasa itu bermakna
Makna yang berkenan dengan morfem dan disebut makna leksikal; yang bekenan dengan frase, klausa dan kalimat makna framatikal; yang berkenan dengan wacana disebut makna pragmatik, atau makna konteks.
5. Bahasa itu arbiter
Istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
Ferdinand de Saussure (1966:67) dalam dikotominya signifiant (Inggris: signifier) dan signifie (Inggris: signified). Signifiant adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie adalah konsep yang dikandung oleh signifiant. Istilah penanda untuk lambang bunyi atau signifiant. Istilah petanda untuk konsep yang dikandungnya, atau diwakili oleh penanda tersebut. Hubungan antara signifiant atau penanda dengan signifie atau petanda itulah yang disebut arbitrer, sewenang-wenang, atau tidak ada hubungan wajib di antara keduanya.
6. Bahasa itu konvensional
Penggunaan lambang suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu memenuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
7. Bahasa itu produktif
Produktif adalah bentuk ajektif dari kata beda produksi. Produktif adalah “banyak hasilnya” atau lebih tepat “terus-menerus menghasilkan”. Bahasa produktif maksudnya, meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu.
Keterbatasan pada tingkat parole adalah pada ketidaklaziman atau kebelumlaziman bentuk-bentuk yang dihasilkan. Tingkat langue keproduktifan itu dibatasi karena kaidah atau sistem yang belaku.
8. Bahasa itu unik
Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Bahasa berisfat unik artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak berifat morfemis, melainkan sintaksis.
9. Bahasa itu universal
Bersifat universal artinya ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan. Bukti keuniversalan bahasa adalah bahwa setiap bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah satuan yang namanya kata, frase, klausa, kalimat dan wacana.
10. Bahasa itu dinamis
Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis disebut dinamis.
11. Bahasa itu bervariasi
Yang termasuk dalam satu masyarakat bahasa adalah mereka yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Variasi bahasa ini ada tiga istilah yang perlu diketahui. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perorangan. Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakt pada suatu tempat atau suatu waktu. Variasi bahasa berdasarkan tempat ini lazim disebut dengan nama dialek regional, dialek areal atau dialek geografi. Variasi bahasa yang digunakan pada madatertentu lazim disebut dialek temporal. Variasi bahasa yang digunakan sekelompok anggota masyarakat dengan status sosial tertentu disebut dialek sosial atau sosiolek.
Ragam atau bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan atau untuk keperluan tertentu. Situasi formal diguankan ragam bahasa yang disebut ragam baku atau ragam standar, situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak baku atau ragam nonstandar. Dari sarana yang digunakan dapat ragam lisan dan ragam tulisan. Untuk keperluan pemakaiannya dapat ragam ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa sastra, ragam bahasa militer dan ragam bahasa hukum
12. Bahasa itu manusiawi
Membuat alat komunikasi manusia itu, yaitu bahasa, prokduktif dan dinamis, dalam arti dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, bebeda dengan alat komunikasi hewan. Alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi, dalam arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.
C. Bahasa dan Faktor Luar Bahasa
Yang dimaksud dengan faktor-faktor di luar bahasa tidak lain daripada segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab itu tidak ada kegiatan yang tanpa berhubungan dengan bahasa. Objek kajian linguistik makro mulai dari kegiatan yang betul-betul merupakan kegiatan berbahasa, seperti penerjemahan, penyusunan kamus, pendidikan bahasa, sampai yang hanya berkaitan dengan bahasa seperti pengobatan dan pembangunan.
1. Masyarakat bahasa
Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Akibatnya lain dari konsep “merasa menggunakan bahasa yang sama”, maka patokan linguistik umum mengenai bahasa menjadi longgar.
2. Variasi dan status sosial bahasa
Ada dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakaiannya. Yang pertama adalah variasi bahasa tinggi (biasa disingkat variasi bahasa T), variasi bahasa rendah (biasanya disingkat R). Variasi T digunakan dalam situasi-situasi resmi, seperti pidato kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan, khotbah, surat-menyurat rtsmi dan buku pelajaran. Variasi T dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah. Variasi bahasa R digunakan dalam situasi yang tidak formal. Variasi R dipelajari secara langsung di dalam masyarakat umu, tidak pernah dalam pendidikan formal. Adnaya pembedaan variasi bahasa T dan bahasa R disebut dengan istilah diglosia (Ferugson 1964). Masyarakat yang mengadakan pembedaan ini sebut diglosis. Bahasa Yunani T disebut katherevusa, variasu bahasa Yunani R disebut dhimotiki; variasi bahasa Arab T disebut al-fusha, bahasa Arab R disebut ad-darij; jerman Swiss T disebut Schiftsdrache bahasa Jerman Swiss R disebut chweizerdeutsch. Bahasa Indonesia variasi bahasa T, barangkali sama dengan ragam bahasa Indonesia baku dan variasi bahasa R sama dengan bahasa Indonesia nonbaku.
3. Penggunaan bahasa
Hymes (1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni:
a. Setting and scence, yiatu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan.
b. Participants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan.
c. Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan.
d. Act sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan.
e. Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan.
f. Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan atau bukan.
g. Norms, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan.
h. Genres, yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
Dalam berkomunikasi lewat bahasa harus diperhatikan faktor-faktor siaa lawan atau mitra bicara kita, tentang atau topiknya apa, situasinya bagaimana, tujuannya apa, jalurnya apa (lisan atau tulisan), dan ragam bahasa yang digunakan yang mana.
4. Kontak bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Orang yang hanya menguasai satu bahasa disebut monolingual, unilingual atau monoglot yang menguasai dua disebut bilingual, sedangkan yang menguasai lebih dari dua bahasa disebut multilingual, plurilingial atau poligot.
Boloomfiled mengartikan bilingual ini sebagai penguasaan yang sama baiknya oleh seseorang teradap dua bahasa. Uriel Weinrich (1968) mengartikan sebagai pemakaian dua bahasa oleh seseorang secara bergantian. Einar Haugen (1966) mengartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan tuturan yang lengkap dan bermakna dalam bahasa lain, yang bukan bahasa ibunya.
Dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual akibat adanya kontak bahasa (dan juga kontak budaya), dapat terjadi peristiwa atau kasus yang disebut interferensi, integrasi, alihkode (code-switching) dan campurkode (code-mixing). Keempat peristiwa gejalanya sama, yaitu adanya unsur bahasa lain dalam bahasa yang digunakan; namun konsep masalahnya tidak sama. Interferensi adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan, sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari bahasa yang sedang digunakan itu.
Dalam integrasi unsur-unsur dari bahasa lain yang terbawa masuk itu, sudah dianggap, diperlakukan dan dipakai sebagai bagian dari bahasa yang menerimanya atau yang dimasukinya. alihkode, yaitu beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa ataupun ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau ragam bahasa lain). Campur kode ini dua kode atau lebih digunakan bersama tanpa alasan dan biasanya terjadi dalam situasi santai.
5. Bahasa dan budaya
Edwad sapir dan Benjamin Lee Whorf (dan oleh karena itu disebut hipotesis Sapir-Whorf) yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan. Atau dengan bahasa itu mempengaruhi cara berpikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya. Karena eratnya hubungan antara bahasa dengan kebudayaan ini, ada pakar yang menyamakan hubungan keduanya itu sebagai bayi kembar siam, dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
D. Klasifikasi Bahasa
Klasifikasi dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ada pada setiap bahasa. Greenberg (1957:66) suatu klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan nonarbitrer, ekshaustik dan unik. Nonarbitrer adalah bahwa kriteria klasifikasi itu tidak boleh semaunya, hanya harus ada satu kriteria. Ekshaustik artinya setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya. Semua bahasa yang ada dapat masuk ke dalam satu kelompok. Bersifat unik maksudnya kalau suatu bahasa sudah masuk ke dalam salah satu kelompok, dia tidak bisa masuk lagi dalam kelompok yang lain. Pendekatan untuk membuat klasifikasi tidak hanya satu yaitu: 1) pendekatan genetis, (2) pendekatan tipologis, (3) pendekatan areal, dan (4) pendekatan sosiolinguistik.
1. Klasifikasi genetis
Klasifikasi genetis, disebut juga klasifikasi geneologis, artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua. Keadaan dari sebuah bahasa menjadi sejumlah bahasa lain dengan cabang-cabang dan ranting-rantingnya memberi gambaran seperti batang pohon yang berbalik. Penemu teori ini, yaitu A. Schleicher, menamakannya batang pohon (bahasa Jerman: Stammbaumtheorie). Dilengkapi oleh J. Schmidt dalam tahun 1872 dengan teori gelombang (bahasa Jerman: Wellentheorie). Maksud teori gelombang ini adalah bahwa perkembangan atau perpecahan bahasa itu dapat diumpamakan seperti gelombang yang disebabkan oleh sebuah batu yang jatuh ke tanah kolam.
Klasifikasi genetis dilakukan berdasarkan kriteria bunyi dan arti, yaitu atas kesamaan bentuk (bunyi) dan makna yang dikandungnya. Yang dilakukan dalam klasifikasi genetis sebenarnya sama dengan teknik yang dilakukan dalam linguistik historis komparatif, yaitu adanya korespondensi bentuk (bunyi) dan makna. Hasil klasifikasi yang telah dilakukan dan banyak diterima orang secara umum adalah bahwa bahasa-bahasa yang ada di dunia ini terbagi dalam sebelas rumpun besar.
a. Rumpun Indo eropa.
b. Rumpun Hamito-Semit atau Afro-Asiatik.
c. Rumpun Chari-Nil.
d. Rumpun Dravida.
e. Rumpun Austronesia.
f. Rumpun Kaukasus.
g. Rumpun Finno-ugris.
h. Rumpun Paleo Asiatis atau Hiperbolis.
i. Rumpun Ural-Altai.
j. Rumpun Sino-Tibet.
k. Rumpun bahasa-bahasa indian.
Klasifikasi genetis ini menunjukkan bahwa perkembangan bahasa-bahasa di dunia ini bersifat divergenetif, yakni memecah dan menyebar menjadi banyak; tetapi pada masa mendatang karena situasi politik dan perkembangan yang konvergensif tampaknya akan lebih mungkin dapat terjadi.
2. Klasifikasi tipologi
Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe-tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa. Hasil klasifikasi ini menjadi besifat arbitrer, karena tidak terikat oleh tipe tertentu, melainkan bebas menggunakan tipe yang mana saja atau menggunakan berbagai macam tipe. Namun hasilnya itu masih tetap ekshaustik dan unik.
Klasifikasi pada tataran morfologi pada abad XIX secara garis besar dapat dibagi tiga kelompok, yaitu: Kelompok pertama, adalah yang semata-mata menggunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi. Fredrich Von tahun 1808 dan August Von Schlegel tahun 1818.Kelompok kedua, adalah menggunakan akar kata seabgai dasar klasifikasi. Franz Bopp dan Max Muller. Kelompok ketiga, adalah yang menggunakan bentuk sintaksis sebagai dasar klasifikasi oleh H. Seinthal dan Franz Misteli.
Pada abad XX ada juga dibuat pakar klasifikasi morfologi dengan prinsip yang berbeda, misalnya, yang dibuat Sapir (1921) dan J. Greenberg (1954) Edward Sapir menggunakan tiga parameter: (1) konsep-konsep gramatikal, (2) proses-proses gramatikal, dan (3) tingkat penggabungan morfem dalam kata. J. Greenberg mengembangkan gagasan Sapir dengan mengajukan lima parameter. (1) menyangkut jumlah morfem yang ada dalam sebuah kalimat, (2) menyangkut jumlah sendi (juncture) yang terdapat dalam sebuah konstruksi, (3) menyangkut kelas-kelas morfem yang membentuk sebuah kata (akar, derivasi, infleksi), (4) mempersoalkan jumlah afiks yang ada dalam sebuah konstruksi, (5) mempersoalkan hubungan kata dengan kata di dalam kalimat.
3. Klasifikasi areal
Klasifikasi areal dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu area atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara generik atau tidak. Klasifikasi ini bersifat nonekshaustik dan nonunik. Usaha klasifikasi berdasarkan areal ini pernah dilakukan oleh Wihelm Schmidt (1868-1954) dengan bukunya Die Sprachfamilien Und Sprachenkreise Der Ende, yang dilampiri dengan peta.
4. Klasifikasi sosiolinguistik
Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat; tepatnya, berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bahasa itu. William A. Stuart tahun 1962 artikelnya “An Outline of Linguistic Typology For Descrimbing Multi Lingualism”. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan empat ciri.
Historisitas berkenan dengansejarah perkembangan bahasa atau sejarah pemakaian bahasa itu. Kriteria standarisasi berkenan dengan statusnya sebagai bahasa baku atau tidak baku, atau statusnya dalam pemakaian formal atau tidak formal. Vitalitas berkenan dengan apakah bahasa itu mempunyai penutur yang menggunakannya dlam kegiatan sehari-hari secara aktif atau tidak. Homogenesitas berkenan dengan apakah leksikon dan tata bahasa dari bahasa itu diturunkan. Hasil klasifikasi bisa ekshaustik tetapi tidak unik.
E. Bahasa Tulis dan Sistem Akasara
Bagi linguistik bahsa lisan adalah primer, bahasa tulsi adalah sekunder. Bahasa tulis bukanlah bahasa lisan yang ditulsian seperti yang terjadi dengan kalau kita merekam bahasa lisan itu ke dalam pita rekaman. Bahasa tulsi sudah dibuat orang dengan pertimbangan dan pemikiran, sebab kalau tidak hati-hato, tanpa pertimbangan dan pemikiran, peluang untuk terjadinya kesalahan dan kesalahpahaman dalam bahasa tuis sangat besar.
Para ahli dewasa ini memperkirakan tulisan itu berawal dan tumbuh dari gambar-gambar yang terdapat di gua-gua di Altamira si Spanyol utara, dan di beberapa tempat lain. Gambar-gambar itu dengan bentuknya yang sederhana secara langsung menyatakan maksud atau konsep yang ignin disampaikan. Gambar-gambar seperti ini disebut piktogram sebagai sistem tulsian disebut piktograf.
Zaman modern, sesudah perang dunai II, Karel johnson seorang Jurnalis Belanda dan andre Eckard, seorang sarjana Jerman, mencoba mengembangkan sistem tulisan piktografik ini, yang disebut Pikto. Piktograf yang menggambarkan gagasan, ide, atau konsep ini disebut idegraf. Perkembangan selanjutnya piktograf atau ideograf ini berubah menjadi lebih sederhana, sehingga tidak tampak lagi hubungan langsung antrara gambar dengan hal yang dimaksud. Salah satu contoh adalah tulisan paku yang dipakai oleh bangsa Sumaria pada lebih kurang 4.000 SM. Aksara paku kemudian diambil oleh orang persia, yakni pada zaman Darius I (522-468 SM), tetapi tidak untuk menyatakan gambar, gagasan, atau kata, melainkan untuk menyatakan kata suku kata. Sistem disebut aksara silabis. Aksara Fenesia terdiri dari 22 buah suku kata. Dalam aksara Fenesia ini setiap aksara melambangkan satu konsionan yang diikuti oleh satu vokal. Aksara Arab yang digunakan di Malaysia disebut aksara jawi, bahasa Indonesia (waktu dulu) disebut Arab Melayu atau Arab Indonesia, bahasa Jawa disebut aksara pegon.
Huruf adalah istilah umum untuk graf dan grafem. Abjad atau alfabet adalah urutan huruf-huruf dalam suatu sistem aksara. Aksara adalah keseluruhan sistem tulisan, misalnya aksara. Aksara adalah keseluruhan sistem tulisan. Graf adalah satuan terkecil dalam aksara yang beluim ditentukan statusnya; grafem adalah satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem, suku kata,atau morfem tergantung dari sistem aksara yang bersangkutan. Alograf adalah varian dari grafem. Kaligrafi secara harfiah diartikan sebagai seni menulis indah. Grafiti adalah corat-coret di dinding, tembok, pagar dan sebagainya dengan huruf-huruf dan kata-kata tertentu. Aksara latin adalah aksara yang tidak bersifat silabis. Ejaan yang ideal adlah ejaan yang melambangkan tiap fonem hanya dengan satu huruf atau sebaliknya setiap huruf dipakai untuk melambangkan satu fonem.


SINTAKSIS
Morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa dan gramatikal. Karaena perbedaan keduanya tidak terlihat jelas maka muncul morfosintaksis. Morfosintaksis adalah gabungan dari morfologi dan sistaksis, untuk menyebut keduanya sebagai bidang satu pembahasan. Morfologi membicarakan struktur internal kata, sedangkan sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain sebagai suatu satuan ujaran.
Pembahasan dalam sintaksis:
1. Struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori dan peran sintaksis serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu.
2. Satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
3. Hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis, seperti masalah modus, aspek dan sebagainya.
1.1 STRUKTUR SINTAKSIS
Ada beberapa kelompok dalam sintaksis
Kelompok pertama yaitu subyek, predikat, obyek, dan keterangan adalah kelompok fungsi sintaksis
Kelompok kedua yaitu nomina, verba, ajektiva, dan numeralia adalah peristilahan dengan kategori sintaksis.
Kelompok ketiga yaitu pelaku, penderita dan penerima adalah peristilahan yang berkenaan dengan peran sintaksis
Menurut Ver haar (1978) fungsi sintaksis terdiri dari S,P,O,K merupakan kotak-kotak kosong atau tempat kosong yang tidak mempunyai arti apa-apa karena kekosongannya.
Chafe (1970) menyatakan bahwa yang paling penting dalam struktur sintaksis adalah fungsi predikat. Bagi chafe predikat harus selalu berupa verba atau kategori lain yang diverbakan.
6.2 KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS
Dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil, yang menjadi komponen pembentuk satuan yang lebih besar yaitu frase. Ada dua macam kata : kata penuh (full word) dan kata tugas (function word)
Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan.
Kata tugas kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna tidak mengalami proses morfologi merupakan kelas tertutup dan tidak dapat bersendiri.
Yang merupakan kategori kata penuh yaitu nomina, verba, ajektiva, adverbia, dan numeralia, sedangkan yang termasuk kata tugas adalah kata-kata yang berkategori preposisi dan konjungsi.
6.3 FRASE
6.3.1 Pengertian Frase
Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Karena frase adalah satuan gramatikal bebas terkecil maka frasa berupa morfem bebas, bukan morfem terikat.
Frase tidak terdiri dari subjek – predikat atau predikat – objek. Karena frase merupakan salah satu fungsi sintaksis maka frase tidak dapat dipindah sendirian harus digunakan secara keseluruhan.
Contoh : kamar mandi tidak boleh dipisah : kamar dan mandi
Perbedaan frase dan kata majemuk yaitu :
Kata majemuk yaitu komposisi yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna, merupakan morfem terikat
Frase yaitu tidak memiliki makna baru, melainkan merupakan fungsi sintaksis dan makna gramatikal, merupakan morfem bebas yang benar-benar berstatus kata.
6.3.2 Jenis Frase
Jenis-jenis frase yaitu :
a. frase eksosentrik
frase eksosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frase ini dapat mengisi fungsi keterangan. Frase eksentrik dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Fase eksosentrik yang direktif adalah fase yang komponen utamanya berupa preposisi seperti di, ke, dan dari. Frase ini disebut juga frase preposisional.
2. frase eksosentrik non-direktif adalah komponen pertamanya artikulus (sebutan).
b. Frase Endosentrik (modifikatif)
Frase Endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Disebut frase modifikatif karena komponen keduanya yaitu bukan komponen yang bukan inti atau hulu.
c. Frase Koordinatif
adalah frase yang komponen pembentukannya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama atau sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif baik yang tunggal seperti dan, atau,maupun konjungsi terbagi seperti: baik….baik, makin…. makin, danbaik maupun.
d. Frase Apositif
Adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya.
6.3.3 Perluasan Frase
Frase dapat diperluas artinya frase dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
6.4 KLAUSA
Pengertian klausa
Klausa adalah runtunan kata-kata yang berkonstruksi predikatif artinya didalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain sebagai subyek, sebagai obyek dan sebagainya.
Klausa Ferbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba. Klausa verba dibagi yaitu:
Klausa transitif : Klausa yang predikatnya berupa verba transitif.
Klausa intransitif: Klausa yang predikatnya berupa verba Intansitif
Klausa reflektif: Klausa yang predikatnya berupa verba Refleksi
Klausa Resiprokal: Klausa yang predikatnya berupa verba Resiprokal
Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya berupa nominal atau frase nominal
Klausa ajektifa adalah klausa yang predikatnya berupa ajektifa
Klausa adverbia adalah klausa yang predikatnya berupa adverbia
Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa frase preposisi
Klausa numeral adalah klausa yang subyeknya berupa kata atau frase numeralia
Klausa berpusat adalah klausa yang subyeknya terikat pada predikatnya.
6.5 KALIMAT
6.5.1 Pengertian kalimat
Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi konjungsi serta intonasi final.
6.5.2 Jenis kalimat
a. Kalimat inti dan kalimat non-inti
Kalimat inti(kalimat dasar) adalah kalima yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap berdasarkan deklaratif , aktif atau netral dan afirmatif.
b. Kalimat tunggal dan majemuk
kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa.
Kalimt majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih.
C. kalimat Mayor dan kalimat Minor
Kalimat mayor adalah kalimat yang klausanya sekurang-kurangnya memiliki unsur subyek dan predikat.
Kalimat Minor adalah kalimat yang klausanya hanya terdiri dari subyek saja, obyek, atau keterangan saja.
Biasanya merupakan jawaban suatu pertanyaan.
d. Kalimat verbal dan kalimat nonverbal
kalimat verbal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata / frase yang berkategori verbal.
Kalimat nonVerbsl adalah kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase.
e. kalimat Bebas dan kalimat terikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk ujuran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat / konteks lain yang menjelaskan
Kalimat terikat adalah ka;imat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap.
6.5.3 Intonasi Kalimat
Tekanan , nada / tempo bersifat fonemis pad bahasa tertentu. Artinya, ketika unsur suprasegmental dapat memebedakan makna kata karena berlaku sebagai fonem .
6.5.4 Modus , Aspek , kala ,modalitas dan diatesis
1. Modus, adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara atau sikap sipembicara tebtabg apa yang diucapkannya
2. Aspek, adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal didalam suatu situasi , keadaan , kejadian atau proses.
3. Kala atau tenses , adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan eaktu terjadinya perbuatan kejadian, tindakan yang disebutkan didalam predikat.
4. Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicaraan terhadap hal yang dibicarakan.
5. Fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu .
6. Ditesis adalah gambaran hubungan antara pelaku dalam kalimat dengan perbuatan yang dilakukan dalam kalimat itu.
6.6 WACANA
Adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar
6.6.1 Kekoherensial
yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur – unsur yang ada dalam wacana tersebut
6.6.2 Alat wacana
Alat – alat gramatikal untuk membuat wacana antara lain :
a. konjunksi : menghubungkan kalimat , antar paragraf
b. menggunakan kata ganti dia , nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anatoris
c. Menggunakan Elipsis : Penghilanggan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain
6.6.3 Jenis wacana
Berkenaan sarananya :
1. Wacana lisan
2. wacana tulisan
Jenis wacana dilihat dari penggunaan bahasa :
1. wacana Prosa
2. Wacana Puisi
6.6.4 Subsatuan Wacana
Meliputi:
1. Bab
2.Subbab
3.Paragraf
4.subParagraf
6.7. CATATAN MENGENAI HEIRARKI SATUAN
Urutan heriarki satuan adalah urutan normalteoritis
Faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan urutan :
1. pelompatan tingkat
2. pelapisan Tingkat
3. Penurunan Tingkat
Bagan Urutan heriarki satuan :
Wacana
Kalimat
Klausa
Kata frase kata morfem


SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK
8.1 Linguistik Tradisonal
Tata bahasa tradisional sering dipertentangkan dengan istilah struktural. Karena linguistic tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantic, sedangkan tata bahasa structural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada dalam bahasa.
8.1.1 Linguistik Zaman Yunani
Pada zaman ini para linguis mempertentangkan :
1. Fisis dan Nomos
2. Analogi dan anomaly
 Fisis (alami) = punya prinsip abadi dan tidak dapat diubah dan ditolak·
 Nomos (konvensi) = diperoleh dari hasil tradisi atau kebiasaan dan mungkin bisa diubah·
 Analogi = tata bahasa bersifat teratur·
 Anomaly = tata bahasa tidak bersifat teratur·
8.1.1.1 Kaum Sophis
Mereka melakukan kerja empiris, menggunakan ukuran tertentu, mementingkan retorika dalam studi, dan membedakan kalimat berdasarkan isi dan makna. Protogaros membagi kalimat menjadi : kal Tanya, jawab, perintah, laporan, do’a dan undangan.
8.1.1.2 Plato (429-347 s,m)
Dalam studinya :
1. Memperdebatkan analogi dan anomaly
2. Membuat batasan bahasa, bahwa bahasa adalah pernyataan pikiran manusia dengan perantara onomata dan rhemata.
3. Orang pertama yang membedakan kata dalam onoma dan rhema.
 Onoma : nama (bhsa shari-hari), nomina/nominal (dlm tata bhsa), subjek.·
 Rhema : Ucapan (bhsa shari-hari), verba (tata bahasa), predikat.·
8.1.1.3 Aristoteles (384 -322 s.m)
Membagi tiga macam kelas kata : Onoma, Rhema, dan Syndesmoy (preposisi dan konjungsi)
8.1.1.4 Kaum Staik
- membedakan studi bahasa secara logika dan tata bahasa
- menciptakan istilah khusus dalam tata bahasa
- membagi 3 komponen studi bahasa : tanda (symbol,sign, semonion), makna, hal diluar bahasa (benda /situasi).
- Legein (bunyi fonologi yang bermakna), propheral (bunyi bahasa yang bermakna).
- Membagi kata : benda, kerja, syndesmoy, arthoron.
- Kata kerja komplet, tak komplet, aktif dan pasif
8.1.1.5 Kaum Alexandrian
Mereka menciptakan buku Dionysius Thrax yang menjadi cikal bakal tata bahasa tradisional. Sezaman dengan zaman Alexandrian, di India hidup seorang sarjana hindu yang bernama Panini, telah menyusun kurang 4.000 pemerian tentang struktur bahasa sansekerta dengan prinsip-prinsip dan gagasan yang masih dipakai linguistik modern. Karena itulah Panini dianggap sebagai one of greatest monuments of the human intelligence oleh Leonard Bloomfield.
8.1.2 Zaman Romawi
8.1.2.1 Varro dan”De Lingua Latina”
Dalam bukunya itu Varro membicarakan :
a. Etimologi : mempelajari asal usul kata beserta artinya
Ex : Perubahan Bunyi “duellum” → “belum” (perang)
Perubahan Makna “hostis” orang asing → musuh
b. Morfologi : mempelajari kata dan pembentukannya
Kata = bagian ucapan yang tidak dpt dipisahkan dan merupakan bentuk minim.
Vorro membagi kelas kata latin menjadi :
1. Kata benda dan kata sifat → infleksi kasus
2. Kata kerja → membua pernyataan (infleksi tense)
3. Partisipel → konjungsi (infleksi kasus dan tense)
4. Aduerbium → pendukung (tak berinfleksi)
Kasus dalam bahasa latin :
1. Nominativus (Primer) 4. Akusativus (objek)
2. Genetivus (kepunyaan) 5. Vokativus (sapaan)
3. Dativus (menerima) 6. Ablativus (asal)
Deklinasi : perubahan bentuk berdasarkan kategori,kasus,jumlah dan jenis.
Deklanasi dibagi : – Naturalis : perubahan bersifat alamiah
- Voluntaris : perubahan bersifat morfologis, selektif, anasuka
8.1.2.2 Institutiones Grammaticae (tata bahasa Priscia)
- merupakan buku paling lengkap
- teori dasarnya menjadi tonggak pembicaraan bahasa tradisional.
Dalam buku ini dibahas :
a. Fonologi membicarakan istilah Litterae : bagian terkecil bunyi yang dapat diartikan.
1. Vox artikulata : untuk membedakan makna
2. Vox martikulata : tidak dapat membedakan makna
3. Vox literata : dapat dituliskan
4. Vox illiterata : tidak dapat dituliskan
b. Morfologi membicarakan istilah dictio : bagian minimum ujaran yang harus diartikan terpisah dalam makna sebagai satu keseluruhan.
1. Nomen : kata benda, sifat
2. Verbum : perbuatan / dikenai
3. Participium
4. Pronomen : dapat menggantikan nomen
c. Sintaksis membicarakan istilah oratio : tata susun kata berselaras yeng menunjukkan kalimat itu selesai.
8.1.3 Zaman Pertengahan
Membicarakan :
1. Kaum Modistae, pada masa kaum ini berkembang etimologi
2. Tata Bahasa Spekulativa, menurut tata bahasa ini, kata tidak secara langsung mewakili alam dan benda yang ditunjuk, tetapi hanya mewakili dalam pelbagai cara modus, substansi, aksi, kualitas, dsb.
3. Petrus Hispanus, dalam bukunya Summutae Logicales :
a. Memasukkan psikologi dalam bahasa.
b. Menbedakan nomen menjadi substantivum dan adjectivum.
c. Membedakan partes orationes menjadi categorimatek (semua bentuk yang dapat menjadi subjek atau predikat) dan syntategorematik (semua bentuk tutur lainnya).
8.1.4 Zaman Renaisans
Dianggap sebagai abad pembukaan pemikiran abad modern.
Bahasa Ibrani
sebagai bahasa kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Bahasa Arab,
Ulama Islam melarang penerjemahan bahasa arab, tapi memperbolehkan menafsirkannya. Dua aliran linguistik arab, Basra dan Kufah. Basra (menganut konsep analogi dari yunan), sehingga mengacu pada kereguleran dan kesistatisan bahasa. sedangkan Kufah (menganut konsep anomali), mengacu pada keanekaragaman bahasa. Toloh arab Sibawaihi, dalam bukunya Al Ayn, membagi kata menjadi : ismun(nomen), fi’lun (verbum), harfun (partikel).
Bahasa Eropa, serta bahasa diluar eropa, lingua franca (bahasa antarbangsa) digunakan untuk kegiatan politik, perdagangan, dsb.
8.1.5 Menjelang Lahirnya Linguistik Modern
Dengan berkembangnya studi linguistik bandingan atau linguistik historis komparatif serta studi mengenai hakikat bahasa secara linguistik, maka dimulailah babak baru sejarah linguistik.
8.2 Linguistik Strukturalis
8.2.1 Ferdinand de Saussure
Dianggap sebagai Bapak Linguistik Modern, karena dalam bukunya Course de Linguistique Generate, memuat :
1. Sinkronik : mempelajari bahasa dalam kurun waktu tertentu. Ex: bahasa sansekerta
Diakronik : mempelajari bahasa sepanjang masa bahasa itu digunakan ex : bahasa Sriwijaya sampai sekarang.
2. La langue : seluruh sistem tanda sebagai alat komunikasi verbal antar anggota masyarakat (bersifat abstrak).
La parole : pemakaian langue oleh masyarakat (bersifat konkret)
3. Signifiant : citra bunyi yang timbul dalam pikiran kita.
Signifie : makna yang ada dalam pikiran kita.
4. Hubungan sintagmatik : hubungan antar unsur (fonologi, morfologi, sintaksis) dalam tuturan, yang tersusun berurutan dan bersifat linier. Jika urutannya diubah maka maknanya ikut berubah atau malah tak bermakna sama sekali.
Ex : kata “kita” dapat diubah menjadi kiat, kait, kati, ikat, dll
Ex : kal. “Ini baru bir”→“ini bir baru”
Hubungan paradigmatik : hubungan antar unsur dalam tuturan dengan unsure sejenis yang tidak ada dalam tuturan (dengan cara hubungan substitusi pada fonologi, morfologi, atau sintaksisnya).
Ex fonologi : huruf “r” dlm kata “rata” disubstitusi dgn “d”,”m”,”k”,”b” menjadi data, mata, kata,bata.
Ex morfologi : prefiks me- dlm kata “me-rawat” diganti prefiks di-,pe- te-, menjadi di-rawat, pe-rawat,te-rawat.
8.2.2 Aliran Praha
Dengan tokohnya Vilem Mathesius, Nikolai S. Trubetskoỷ, Roman Jakobson, dan Morris Halle, membedakan fonologi(mempelajari bunyi dalam suatu sistem) dan fonetik (mempelajari bunyi itu sendiri). Struktur bunyi dijelaskan dengan kontras atau oposisi.
Ex : baku X paku, tepas X tebas.
Aliran ini mengembangkan istilah morfonologi (meneliti perubahan fonologis yang terjadi akibat hubugan morfem dgn morfem. Ex: kata “jawab” dgn “jawap” bila ditambahi sufiks –an, maka akan terjadi perbedaan. Kalimat dapat dilihat dari struktur formal danstruktur informasinya, Formal (subjek dan predikat), informasi (tema dan rema). Tema adalah apa yang dibicarakan, sdngkn remaadalah apa yang dikatakan mengenai tema.
Ex : kal. “this argument I can’t follow”→ “I” sbg subjek, “this argument” sbg objek, namun menurut aliran praha “this argument” juga merupakan tema, sedangkan “I can’t follow” juga merupakan rema.
8.2.3 Aliran Glosematik
Aliran ini lahir di Denmark, dengan tokohnya Louis Hjemslev. Hjemslev menganggap bahasa mengandung segi ekspresi (Signifiant) dan segi isi(signifie). Masing2 segi mengandung forma dan substansi : forma ekspresi, substansi ekspresi, forma isi, dan substansi isi.
8.2.4 Aliran Firthian
Dengan tokohnya Joh R. Firth (London, 1890-1960). Dikenal dengan teori fonologi prosodi, yaitu cara menentukan arti pada tataran fonetis. Ada tiga macam pokok prosodi : 1). Menyangkut gabungan fonem, struktur kata, suku kata, gab.konsonan, dan gab.vokal, 2). Prosodi dari sandi atau jeda, 3).prosodi yang realisasi fonetisnya lebih besar daripada fonem2 suprasegmentalnya.
8.2.5 Linguistik Sistemik (M.A.K Haliday)
Pokok pandangan Linguistik sistematik adalah :
1. Memberi perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa, terutama pada fungsi dan penerapannya dalam bahasa.
2. Memandang bahasa sebagai “pelaksana”. Pembedaan langue (jajaran pikiran tergantung penutur bahasa) dan parole (perilaku kebahasaan sebenarnya).
3. Mengutamakan ciri bahasa tertentu dan variasinya.
4. Mengenal gradasi atau kontinum.
5. Menggambarkan tiga tataran utama bahasa :
a. Substansi : bunyi yang diucapkan waktu berbicara (fonis), dan lambang yang digunakan saat menulis (grafis).
b. Forma : susunan substansi pada pola bermakna.
 Leksis : butir lepas bahasa dan tempat butir terletak Gramatika : kelas butir bahasa dan pola tempat terletaknya.
c. Situasi, meliputi : tesis (apa yang dibicarakan), situasi langsung (waktu tuturan itu diucapkan), situasi luas (tuturan pengalaman pembicara atau penulis yang mempengaruhi tuturan yang diucapkan atau ditulisnya.
8.2.6 Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran ini :
1. Mereka memerikan bahasa indian dengan cara sinkronik.
2. Bloomfield memerikan bahasa aliran strukturalisme berdasarkan fakta objektif sesuai dengan kenyataanyang diamati.
3. Hubungan baik antar linguis. Sehingga menerbitkan majalah Language, sebagai wadah melaporkan hasil karya mereka. Aliran ini sering juga disebut aliran taksonomi, karena aliran ini menganalisis dan mengklasifikasikan unsur bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya.
8.2.7 Aliran Tagmemik
Dipelopori oleh Kenneth L. Pike. Yang dimaksud tagmem adalah korelasi entara fungsi gramatikal (slot) dengan kelompok bentuk kata yang dapat dipertukarkan utnuk mengisi slot tsb.
8.3 Linguistik Transformasional Dan Aliran-Aliran Sesudahnya
8.3.1 Tata Bahasa Transformasi
Dengan tokohnya Noam Chomsky, menciptakan buku Syntactic Structure, yang memuat pengertian bahwa tata bahasa merupakan teori bahasa itu sendiri. Dan tata bahasa harus memenuhi dua syarat :
1. Kalimat yang dihasilkan harus dapat diterima oleh pemakai bahasa, wajar dan tidak dibuat-buat.
2. Berbentuk sedemikian rupa, artinya semua satuan dan istilah harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Teori ini membedakan antara kemampuan dan perbuatan berbahasa.
- Kemampuan : pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya.
- Perbuatan berbahasa : pemakaian bahasa itu sendiri dalam keadaan yang sebenarnya. Sehingga dalam tata bahasa generatif yang menjadi objek adalah kemampuan.
Tata bahasa dari setiap bahasa terdiri dari 3 komponen :
1. Sintaksis
Merupakan sentral tata bahasa karena menentukan arti kalimat dan menggambarkan aspek kreativitas bahasa.
2. Semantik
Arti kalimat ditentukan oleh komponen ini. Arti sebuah morfem digambarkan dengan memberi unsur makna atau ciri semantik yang membentuk arti morfem itu.
Ex : kata “Adik” mempunyai ciri semantik /+makhluk/ sedangkan kata “Rumah” punya ciri /-makhluk/, sehingga dalam kalimat : “Adik menendang bola” dapat kita terima, sedangkan kalimat “Rumah menendang bola” tidak bisa kita terima karena kata kerja “menendang” hanya bisa dilakukan oleh benda yang punya cirri semantik /+makhluk/.
3. Fonologis
Memberi interpretasi pada kaidah transformasi.
8.3.2 Semantik Generatif
Struktur ini serupa dengan struktur logika, berupa ikatan tak berkala antara predikat dengan argumen dalam suatu proposisi. Ex : dalam kalimat “Nenek minum kopi” (preposisi)→ mempunyai predikat berargumen dua yakni : nenek dan kopi atau dpt dirumuskan: MINUM(nenek,kopi). Dalam kalimat “Nenek marah” predikatnya punya satu argumen yakni : nenek. / MARAH(nenek).
8.3.3 Tata Bahasa Kasus
Dengan tokohnya Charles J. Fillmore, dalam bukunya “The Case for Case” Fillmore membagi kalimat atas modalitas (berupa unsur negasi, kala, aspek,dan adverbia), dan proposisi (verba + sejumlah kasus). Tata bahasa ini mempunyai persamaan dengan Semantik generatif yaitu sama-sama menumpukkan teorinya pada predikat atau verba.
Ex : dalam kalimat “Toni memukul bola dengan tongkat”, mempunyai argumen1 Toni berkasus “pelaku”, argumen2 bola “tujuan” dan argumen3tongkat “alat”.
Rumus : + ( –X,Y,Z)
X = pelaku, Y= alat, Z = tujuan Misal dalam kalimat diatas : MEMUKUL, + (–X,Y,Z)
X = nenek, Y = tongkat, Z = bola.
Fillmore membatasi kasus atas agen (pelaku), experiencer (yang mengalami peristiwa), object (yang dikenai perbuatan), means, source (keadaan, tempat, waktu yang lalu), goal (keadaan, tempat, waktu yang kemudian), referential (acuan).
8.3.4 Tata Bahasa Relasional
Tokohnya : David M. Perlmutter dan Paul M. Postal. Tata bahasa ini juga berusaha mencari kaidah kesemestaan bahasa. Menurut teori ini klausa terdiri dari tiga wujud :
1. Simpai (nodes), menmpilakn elemen dalam struktur.
2. Tanda relasional (relational sign) menunjukkan nama relasi gramatikal dalam hubungan antar elemen.
3. “coordinates” menunjukkan tataran elemen yang menyandang relasi gramatikal thdp elemen lain.
Ex : klausa “Ali memberi buku itu kepada saya” → punya 3 nomina dan 1 verba.
- Nomina ali berelasi “subjek dari”
- Nomina buku itu berelasi “objek langsung dari”
- Nomina saya berelasi “objek tak langsung dari”
- Verba beri berelasi “predikat dari”
Konstruksi yang terlibat pada klausa diatas adalah :
1. Konstruksi kalimat inti (Ali memberi buku itu kepada saya)
2. Konstruksi hasil transformasi datif (Ali memberikan saya buku itu)
3. Konstruksi hasil trnasormasi pasif dari datif (Saya diberikan buku itu oleh Ali)
8.4 Tentang Linguistik Di Indonesia
Sebagai negeri yang sangat luas Indonesia sudah lama menjadi kajian penelitianlinguis. Para pemerintah kolonial mempelajari bahasa untuk menguasai pemerintahan dansebagai media penyebaran agama nasrani. Pada zaman itu penelitian tentang bahasa masihbersifat observasi dan klasifikasi. Buku yang dibuat Biblipgraphical Series dari Institut voorTaal, Land, en Volkenkunde Belanda, oleh (Teeuw;1961, Uhlenbeck;1964, dll)
Sejak kepulangan sejumlah linguis Indonesia dari Amerika, seperti Anton M. Moeliono dan T.W. Kamil, mulai diperkenalkan konsep fonem, morfem, frase dan klausa. Konsep linguistik modern yang melihat bahasa secara deskriptif sukar diterima para guru besar dan pakar bahasa.
Ex : konsep modern menganggap bentuk merubah mengubah karena hal itu terdapat dalam bahasa masyarakat sehari-hari. Padalah bentuk merubah adalah bentuk yang salah. Kridalaksana dalam bukunya Pembentukan Kata Bahasa Indonesia (1989), mempertanyakan akhiran –in seperti pd kata abisin dan awalan –nge (ngebantu) termasuk afiks bahasa Indonesia ? ?. Padahal itu adalah bentuk yang salah, sehingga seharusnya tidak dimuat dalam buku.
Datangnya guru besar Prof. Verhaar dari Belanda menjadikan studi linguistik terhadap
bahasa daerah dan nasional Indonesia semakin marak. Sejalan dengan perkembangan studi linguistik, pada tanggal 15 November 1975 dibentuk MLI (Masyarakat Linguistik Indonesia), sebagai wadah berdiskusi, bertukar pengalaman, dan publikasi penelitian. MLI mengadakan Musyawarah Nasional tiap tiga tahun sekali untuk membicarakan masalah organisasi dan linguistik. MLI menerbitkan jurnal Linguistik Indonesia mulai tahun 1983 untuk laporan dan publikasi penelitian.
Penyelidikan terhadap bahasa daerah banyak dilakukan oleh orang luar Indonesia. Kajian terhadap bahasa Jawa dipelajari Uhlenbeck. Voorhove, Teeuw, Rlvink, dan Grijns dengan kajian bahasa Jakarta. Serta Robins (London) dengan kajian bahasa Sunda. Sesuai dengan fungsinya sbg bahasa nasional, bahasa Indonesia menduduki sentral dalam kajian linguistik dewasa ini. Dalam kajian bahasa Indonesia tercatat nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Darjdowidjojo, dan Soedarjanto yang telah menghasilkan tulisan pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.


OBJEK LINGUISTIK BAHASA
3.1. Pengertian Bahasa
Dalam pendidikan formal di sekolah menengah bahasa adalah alat komunikasi. Pengertian bahasa menurut Djoko Kuntjono 1982 : Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.
3.2. Hakikat Bahasa
Sifat yang hakiki dalam bahasa mempunyai sifat atau ciri :
1. bahasa adalah sebuah sistem
2. berwujud lambang
3. berupa bunyi
4. bersifat arbitrer
5. bermakna
6. konvensional
7. unik
8. universal
9. produktif
10. bervariasi
11. dinamis
12. sebagai alat interaksi sosial
13. identitas penuturnya
  1. Bahasa sebagai sistem
Sistem : cara / aturan : sistem berarti sususnan teratur,berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi.
Sebagai sebuah sistem bahasa bersifat sisitematis artinya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola tidak tersusun secara acak, sedangkan bersifat sistemis artinya, bahasa bukan merupakan sistem tunggal. Subsistem antara lain : fonologi, mofologi, sinteksis, semantic.
  1. Bahasa sebagai lambang
Lambang : simbol dikaji dengan sebutan ilmu semiotika/semiologi (ilmu yang mempelajari tanda-tanda). Lambang tidak bersifat langsung dan alamiah.
Arbitrer adalah tidak adanya hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.
  1. Bahasa adalah bunyi
Jadi sistem bahasa itu berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi.
  1. Bahasa itu bermakna
Lambang-lambang bunyi yang bermakna di dalam bahasa berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frase, klausa, kalimat dan wacana. Fungsi bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran.
  1. Bahasa itu arbitrer
Signifiant adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie adalah konsep yang dikandung oleh signifiant.
  1. Bahasa itu konvensional
Semua anggota masyarakat bahasa mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
  1. Bahasa itu produktif
Arti produktif adalah terus menerus menghasilkan.
  1. Bahasa itu unik
Mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain.
  1. Bahasa itu universal
Ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa.
  1. Bahasa itu dinamis : tidak pernah lepas dari kegiatan manusia.
  2. Bahasa itu bervariasi ada 3 istilah yaitu ideolek, dealek, dan ragam.
  3. Bahasa itu manusiawi.
3.3. Bahasa dan Faktor Luar Bahasa
Kajian linguistik mikro adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu sendiri, sedangkan kajian linguistik makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor diluar bahasa.
1. Masyarakat Bahasa
Adalah sekolompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama.
2. Variasi dan Status Sosial Bahasa
Karena anggota masyarakat penutur bahasa itu sangat beragam.
3. Penggunaan Bahasa
Hymes (1974) pakar sosio linguistik mengatakan bahwa, suatu komunitas dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan 8 unsur yang diakronimkan menjadi SPEAKING.
4. Kontak Bahasa
Dalam masyarakat yang bilingual atau multi lingual sebagai akibat adanya kontak bahasa dapat terjadi peristiwa yang disebut interferensi, integrasi, alihkode, dan campurkode.
5. Bahasa dan Budaya
Ada hipotesis yang sangat terkenal mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan ini dekeluarkan oleh dua pakar yaitu Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan.
3.4. Klasifikasi bahasa
Klasifikasi dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ada pada setiap bahasa.
1. Klasifikasi Genetik atau Geneologis
Artinya suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua didapati bahwa bahasa-bahasa di dunia ini terbagi dalam 11 rumpun besar.
2. Klasifikasi tipologis
Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa.
3. Klasifikasi areal
Dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain.
4. Klasifikasi sosio linguistik
Dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat.
3.5. Bahasa Tulis dan Sistem Aksara
Bahasa lisan adalah primer, bahasa tulis adalah sekunder. Bahasa lisan lebih dulu dari pada bahasa tulis.
Pengertian Huruf adalah istilah umum untuk graf dan grafem.
Abjad adalah urutan huruf-huruf dalam suatu sistem aksara.
Aksara adalah keseluruhan sistem tulisan.
Graf adalah satuan terkecil dalam aksara.
Grafem adalah satuan terkecil dalam aksara yang
menggambarkan fonem, suku, kata.
Alograf adalah farian dari grafem.



SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK
Ø LINGUISTIK TRADISIONAL
Menurut tata bahasa tradisional,kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian. Bahasa berdasarkan filsafat dan semantik. Sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Tata bahasa struktural menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat ditrsibusi dengan frase “dengan ….”.
Ø LINGUISTIK ZAMAN YUNANI
Persoalan pertentangan para filosof Yunani tentang hakikat bahasa adalah : 1. pertentangan fisis dan nomos. 2. pertentangananalogi dan anomali kaum anologi anatara lain Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Misal : pembentukan jamak j boy menjadi boys. Kaum anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Misal : child menjadi children. Kaum Anomali sejalan dengan kaum Naturalis dan kaum Anologi sejalan dengan kaum Kontensional.
Kaum Sophis
Sumbangan kaum Sophis dalam studi bahasa :
a. melakukan kerja secara empiris.
b. melakukan kerja secara pasti dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu.
c.sangat mementingkan bidang retrorika dalam studi bahasa.
d. membedakan tipe-tipe kalimat berdasarkan isi dan makna.
Plato (429 – 347 S.M)
Jasa Plato dalam studi bahasa :
  1. Memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya dialog dan mengemukakan masalah bahasa alamiah dan bahasa konvensional.
  2. Menyodorkan batasan bahasa yaitu bahasa adalah pernyataan pikiran manusia dengan perantaraan anomata dan rhemata.
  3. orang yang pertama kali membedakan kata anoma dan rhema.
Aristoteles (384 – 322 S.M)
Menurut Aristoteles ada 3 macam kelas kata :
a. Anoma : nama dalam bahasa sehari-hari (subyek)
b. Rhema : ucapan dalam bahasa sehari-hari (prediket)
c. Syindesinoi : kata yang lebih banyak bertugas dalam hubungan sintaksis.
Kaum Stoik
Usaha kaum Stoik dalam studi bahasa :
  1. Membedakan studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara tata bahasa.
  2. Menciptakan istilah-istilah khusus untuk studi bahasa.
  3. Membedakan 3 komponen utama studi bahasa (1)tanda,simbol,sign atau semainon (2)makna samainonen /lekton(3)hal-hal diluar bahasa yakni benda dan situasi.
  4. Membedakan legein dan propheretal.
  5. Membagi jenis kata menjadi 4 (kata bendakerjasyndesmoi, dan arthoron).
  6. Membedakan kata kerja komplet dan tidak komplet, kata kerja aktif dan pasif.
Kaum Alexandrian
Kaum ini mewarisi buku tata bahasa yang disebut tata bahasa Dionysius Thrax. Lahir kurang lebih tahun 100 S.M.
Ø ZAMAN ROMAWI
Tokoh pada Zaman Romawi yang tekenal Varro (116 – 27 S.M) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscra dengan karyanyaInstitutiones Gramaticae.
Varra dan “De Lingua Latina”
  • Etimologi : Cabang linguistik yang menyelidiki asal usul kata beserta artinya.
  • Morfologi : Cabang linguistik yang mempelajari kata dan pembentukannya.
  • Menurut Varro kata adalah bagian dari ucapan yang tidak dapat dipisahkan lagi dan merupaan bentuk minimum.
Institutiones Gramaticae atau Tata Bahasa Priscia.
  • Fonologi : Membicarakan tentang tulisan atau huruf yang disebut litterae.
  • Morfologi : Membicarakan mengenai dictio atau kata.
  • Sintaksis : Membicarakan tata susunan kata yang berselaras dan menunjukkan kalimat itu selesai.
LINGUISTIK STRUKTURALIS
1. Ferdinand De Saussure (1857 – 1913)
Dianggap sebagai Bapak Lingiustik Modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya “ Course De Lingiustique Generale” yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915.
  • Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan yang tersusun secara berurutan bersifat linear.Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan.
2. Aliran Praha
Aliran ini terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa Vilem Mathesius (1882 – 1945). Dalam bidang Fonologi aliran Praha membedakan dengan tegas akan Fonetik dan Fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri. Fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem. Tema adalah apa yang dibicarakan. Rema adalah apa yang dikatakan mengenai tema.
3. Aliran Glosematik
Aliran ini lahir di Denmark. Tokoh : Louis Hjemslev (1899 – 1965) menjadi terkenal karena usahanya membuat ilmu bahasa yang berdiri sendiri.
4. Aliran Firthiun
John R. Firth (1890 – 1960) Guru Besar Universitas London terkenal karena teorinya mengenai Fonologi Prosodi. Fonologi Prosodiadalah suatu cara untuk menentukan arti pada tatanan Fonetis.
5. Linguistik Sistematik
Tokohnya M.A.K. Holliday, mengenai bahasa yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa.
6. Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Leonard Bloomfield (1877 – 1949) terkenal dengan bukunya yang berjudul Language yang dikaitkan dengan aliran Struktural Amerika.
7. Aliran Tagmemik
Aliran ini dipelopori oleh Kenneth, L. Pike, tokoh dari Summer Institute of Linguistics yang mewarisi pandangan-pandangan Bloomfield. Tagmen adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling bertukaran untuk mengisi slot tersebut.
LINGUISTIK TRANSFORMASIONAL DAN ALIRAN-ALIRAN SESUDAHNYA
· Tata Bahasa Transformasi
Lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic Structure pada atahun 1957. Kemampuan (Competence) adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya. Perbuatan berbahasa (Performance) adalah pemakaian bahasa itu sendiri dalam keadaan yang sebenarnya.
· Semantik Generatif
Beberapa murid dan pengikut Chomsky memisahkan diri karena ketidak puasan terhadap teorinya karena semantik mempunyai eksistensi yang lain dari sintaksis dan struktur batin tidak sama dengan struktur semantis. Menurut teori Semantik generatif, Argumen adalah segala sesuatu yang dibicarakan. Predikat adalah perbuatan, sifat, dll.
· Tata Bahasa Kasus
Pertama kali diperkenalkan oleh Chjarles J. Fillmore yang berjudul “The Case For Case” tahun 1968 dalam buku Bach. E. dan R. Harins Universal In Linguiostic Theory. Terbitan Holt Rinehart and Winston. Verba sama dengan predikat, nomina sama dengan argumen dalam teori Samantik Generatif.
Agent : pelaku perbuatan atau yang melakukan suatu perbuatan.
Contoh : menendang, membawa.
Experiencer : yang mengalami peristiwa psikologis.
Contoh : Dia merasa takut.
Object : sesuatu yangh dikenai perbuatan atau yang mengalami suatu proses.
Contoh : Dia menendang Bola.
Source : Keadaan, tempat, atau waktu yang sudah.
Contoh : Bus itu datang dari Bandung.
Goal : Keadaan, tempat atau waktu yang kemudian
Contoh : Dia mau menjadi Guru.
Referensial : Acuan
Contoh : Husin temanku.


LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
Linguistik ialah ilmu yang mempelajari bahasa sebagai objek kajiannya.
2.1 Keilmiahan Linguistik
Tahap perkembangan linguistic :
1. spekulasi yaitu pembicaraan suatu hal dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan sikap spekulatif (tanpa didukung bukti-bukti)
2. Observasi dan klasifikasi yaitu mengumpulkan dan menggolongkan segala fakta bahasa tanpa memberi kesimpulan apapun.
3. perumusan teori yaitu dimana dari data-data yang dikumpulkan lalu dirumuskan hipotesis dan menyusun tes untuk menguji hipotesis-hipotesis terhdap fakta-fakta yang ada.
Linguistik yang telah mangalami tiga tahap perkembangan ini sudah dapat dikatakan ilmiah.
· Pendekatan bahasa sebagai bahasa dapat dijabarkan dalam sejumlah konsep sebagai berikut :
1. bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistic melihat bahasa sebagai bunyi.
2. bahasa bersifat unik, maka linguistic tidak menggunakan kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.
3. bahasa adalah suatu system, maka linguistic memndang bahasa sebagaikumpulan unsure yang mana antara satu dan lainnya saling berkaitan.
4. bahasa berubah dari waktu ke waktu.
5. karena sifat empirisnya, maka linguistik mendekati bahasa secara deskriptif.
2.2 Subdisiplin linguistik
Pengelompokan nama-nama subdisiplin linguistik berdasarkan :
1. objek kajiannya adalah bahasa pada umumnya/bahasa tertentu. Dapat dibedakan menjadi linguistic umum (mengkaji kaidah bahasa secara umum) dan linguistic khusus (mengkaji kaidah bahsa tertentu).
2. objek kajiannya adalah bahasa pada masa tertentu/sepanjang masa
- linguistic sinkronik (mengkji bahasa pada masa terbatas, missal mengkaji bahasa Indonesia tahun 20-an)
- linguistic diakronik (mengkaji bahasa pada masa tak terbatas, biasanya bersifat histories/ mengetahui sejarah structural bahasa itu serta segala bentuk perkembangannya dan perubahannya)
3. objek kajiannya adalah struktur internal bahasa itu/kaitannya dengan factor luar bahasa
- linguistic mikro (fonologi,morfologi,sintaksis,semantic dan leksikologi)
- linguistic makro (sosiolinguistik,psikolinguistik,antropolinguistik,etnolinguistik,stilistika,filologi,dialektologi,filsafat bahasa dan neurolinguistik)
4. tujuan pengkajiannya untuk teori/terapan
linguistic teoritis (penyelidikan hanya untuk kepentingan teori belaka), sedangkan linguistic terapan (penyelidikan untuk kepentingan memecahkan masalah-masalah dimasyarakat seperti pengajaran bahasa,penyusunan buku ajar)
5. teori/aliran yang digunakan untuk menganalisis objeknya
2.2 Analisis Linguistik
Dilakukan terhadap bahasa yang lebih tepat disebut fonetik, fonemik, sintaksis, semantic.
2.2.1 Struktur, system dan distribusi
Bapak linguistic modern, Ferdinand de Saussure(1857-1913) dalam bukunya Course de Linguistique Generale membedakan dua relasi antara satuan bahasa, antara lain relasi sintamagnik (hubungan antara satuan bahasa dalam klimat konkret) dan relasi asosiatif (hubangan antar satuan bahasa yang tak nampak dalam kalimat).
2.2.2 Analisis bahasa langsung yaitu teknik dalam menganalisis unsur yang membangun suatu satuan bahasa, satuan kata, satuan frase, klausa bahkan kalimat.
2.2.3 Analisi rangkaian unsur dan analisis proses unsur
Analisis rangkaian unsur (setiap satuan bahasa dibentuk dari unsure-unsur lain) sedangkan analisis proses unsur (setiap satuan bahasa merupakan hasil dari suatu proses pembentukan).
2.3 Manfaat Linguistik
- bagi linguis yaitu membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya.
- Bagi peneliti,kritikus,peminat sastra yaitu membantu memahami karya-karya sastra
- Bagi guru yaitu melatih ketrampilan berbahasa
- Negarawan/politikus yaitu untuk memperjuangkan ideology dan menyelesaikan gejolak social.


TATARAN LINGUISTIK (4)
SEMANTIK
Hocket, seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima sub sistem, yaitu sub sistem gramatika, fonologi, morfofonemik, semantik, dan fonetik. Sub sistem semantik dan fonetik bersifat periperal.
Bapak linguistik modern, Ferdinand de Saussure dalam teorinya menyatakan bahwa tanda linguistik (Signe Linguistique) terdiri dari komponen signifian dan signifie, yang berarti studi linguistik tanpa disertai dengan studi semantik, tidak ada artinya. Sebab kedua komponen itu merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
7.1. HAKIKAT MAKNA
Menurut de Saussure setiap tanda linguistik terdiri dari komponen signifian (yang mengartikan) yang wujudnya berupa runtunan bunyi, dan komponen signifie (yang diartikan) berupa pengertian atau konsep (yang dimiliki oleh signifian). Jadi menurut Ferdinand de Saussure makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang terdapat pada sebuah tanda linguistik.
7.2. JENIS MAKNA
7.2.1. Makna Lekskal, Gramatikal, dan Kontekstual
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Makna leksikal dapat pula diartikan makna yang ada dalam kamus. Makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Misalnya dalam proses afikasi perfiks ber – dengan dasar baju
melahirkan makna gramatikal “memakai baju”. Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada dalam satu konteks. Misalnya pada kata “lapala” dalam bentuk bentuk kalimat bentuk :
a) Rambut di kepala nenek putih semua
b) Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
Kata “kepala” pada kedua kalimat di atas memiliki makna yang berbeda.
7.2.2. Makna Referensial dan Non-referensial
Sebuah kata bermakna referensial kalau ada referensnya, atau acuannya dalam dunia nyata. Misalnya kata kuda, merah, dan gambar. Sebaliknya kata-kata seperti dan, karena tidak mempunyai referens. Kata-kata yang acuannya tidak menetap pada satu maujud, melainkan dapat berpindah dari maujud satu ke maujud lain disebut kata-kata deiktik. Yang termasuk katakata deiktik adalah kata-kata promira (dia, saya, kamu), kata-kata yang menyatakan ruang, misalnya di sini, di sana; kata-kata yang menyatakan waktu, seperti sekarang, besok; kata-kata yang disebut kata penunjuk, seperti ini dan itu.
7.2.3. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif sama dengan makna leksikal. Misal kata “babi” bermakna binatang yang biasa diternakkan dan diambil dagingnya. Makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna denotatif. Makna konotasi ada tiga. Konotasi netral misal kurus; konotasi positif misalnya ramping, dan konotasi negatif misalnya kerempeng.
7.2.4. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”. Jadi, makna konseptual sama dengan makna leksikal, denotatif dan makna referensial. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya kata “merah” berasosiasi dengan berani.
Oleh Leech (1976) ke dalam makna asosiasi ini dimasukkan juga yang disebut akna konotatif, stilistika, afektif, dan makna kolakotif. Makna konotatif termasuk dalam makna asosiatif karena berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata itu. Makna stalistika berkenaan dengan pembedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan bidang sosial atau bidang kegiatan. Misalnya, kita membedakan penggunaan kata rumah, pondok, kediaman, kondominium, istana, vila, dan wisma yang semuanya memberi asosiasi yang berbeda terhadap penghuninya.
Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara. Misalnya pada kedua kalimat di bawah ini memiliki makna afektif yang berbeda.
a. “Tutup mulut kalian !” bentaknya kepada kami
b. “Coba, mohon diam sebentar !” katanya kepada kami
Makna kolakotif berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu. Misalnya, kata “tampan” sesungguhnya bersinonim dengan kata cantik, hanya cocok atau berkolakasi dengan kata yang memiliki ciri “pria”.
7.2.5. Makna Kata dan Makna Istilah
Makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas. Makna kata menjadi jelas jika kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya. Makna istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan meskipun tanpa konteks kalimat. Misalnya kata “kuping” dalam bidang kedokteran adalah bagian yang terletak di luar, sedangkan telinga bagian yang terletak di dalam.
7.2.6. Makna Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal. Contoh idiom adalah membanting tulang, meja hijau. Idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. contohnya, buku putih yang bermakna “buku yang memuat keterangan resmi mengenai suatu kasus” kata “buku” masih memiliki makna leksikalnya. Peribahasa memiliki makna yang masih bisa ditelusuri dari makna unsur-unsurnya karena adanya “asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Contoh : seperti anjing dengan kucing artinya dua orang yang tidak bisa akur.
7.3. RELASI MAKNA
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.
7.3.1. Sinonim
Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan kesamaan makna antara ujaran yang satu dengan ujaran yang lainnya. Contoh : betul bersinonim dengan benar.
Ketidaksamaan makna ujaran dikarenakan beberapa faktor, antara lain :
Pertama, faktor waktu. Misalnya kata “hulubalang” dengan kata “komandan”. Hulubalang berpengertian klasik, komandan tidak.
Kedua, faktor wilayah. Misalnya kata “beta” untuk wilayah Indonesia bagian timur. “saya” digunakan secara umum.
Ketiga, faktor keformalan. Misalnya uang dan duit. Keempat, faktor sosial. misalnya kata “saya” digunakan oleh
siapa saja kepada siapa saja. “aku” digunakan terhadap teman sebaya. Kelima, bidang kegiatan. Misalnya kata “matahari” bias digunakan dalam kegiatan apa saja atau umum; sedangkan kata “surya” hanya cocok digunakan pada ragam sastra.
Keenam, faktor nuansa makna. Misalnya kata “melihat” memiliki makna umum; kata “melirik” memiliki makna melihat dengan sudut mata.
7.3.2. Antonim
Antonim adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan. Contoh : baik berantonim buruk. Dilihat dari sifat hubungannya, antonim dibedakan atas beberapa jenis, antara lain : Pertama, antonim yang bersifat mutlak. Contohnya kata hidup berantonim secara mutlak dengan kata mati.
Kedua, antonim yang bersifat relatif atau bergradasi yaitu antonim yang batas antara satu dengan yang lainnya tidak dapat ditentukan secara jelas; batasnya itu dapat bergerak menjadi lebih atau kurang.
Ketiga, antonim yang bersifat relasional yaitu antonim yang munculnya yang satu harus disertai dengan yang lain. Misalnya suami dengan isteri, menjual dengan membeli.
Keempat, antonim yang bersifat hierarkial yaitu antonim yang kedua satuan jaran yang berantonim itu berada dalam satu garis jenjang atau hierarki. Contohnya : kata gram dan kilogram.
Kelima, antonim majemuk yaitu antonim yang memiliki pasangan lebih dari satu. Misalnya kata berdiri berantonim dengan kata duduk, tidur, tiarap, jongkok dan bersila.
7.3.3. Polisemi
Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh kata “kepala” pada frase berikut :
a. kepala kantor
b. kepala surat
c. kepala meja
d. kepala manusia
7.3.4. Homonimi
Homonimi adalah dua buah kata satu satuan ujaran yang bentuknya sama maknanya berbeda. Misalnya kata “bisa” yang bermakna “sanggup” dan “bisa” yang bermakna racun ular.
Dalam homonimi ada yang disebut homofoni dan homografi. Homofini adalah kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran, tanpa memperhatikan ejaannya. Contohnya “bang” dengan bank.
Homografi mengacu pada bentuk ujaran yang sama ortografi atau ejaannya, tetapi ucapan dan maknanya tidak sama. Misalnya kata “teras”. Teras yang maknanya inti dan teras yang maknanya serambi.
7.3.5. Hiponimi
Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Contoh merpati berhiponim dengan burung. Burung berhiponim merpati. Dalam kata jendela, pintu, dan rumah; jendela dan pintu hanya bagian atau komponen dari rumah. Namanya yang tepat adalah partonimi atau meronimi.
7.3.6. Ambiquiti atau Ketaksaan
Ambiquiti adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda yang terjadi pada bahasa tulis, karena dalam bahasa tulis unsur suprasegmental tidak dapat digambarkan dengan akurat. Misalnya, bentuk “buku sejarah baru” dapat ditaksirkan menjadi (1) buku sejarah itu baru terbit, atau (2) buku itu memuat sejarah zaman baru.
7.3.7. Redudansi
Redudansi adalah penggunaan unsur segmental dalam bentuk suatu ujaran yang berlebih-lebihan. Misalnya kesamaan makna dalam kalimat “Bola itu ditendang oleh Dika” dengan “Bola itu ditendang Dika” kata “oleh” inilah yang dianggap sebagai redundans, berlebih-lebihan.
7.4. PERUBAHAN MAKNA
Secara sinkronis (masa yang relatif singkat), makna sebuah kata tetap sama; tetapi secara diakronis (masa yang relatif lama) kemungkinan bisa berubah. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain :
Pertama, perkembangan iptek. Misalnya kata “sastra” mulanya bermakna “tulisan” lalu berubah menjadi bermakna “bacaan”.
Kedua, perkembangan sosial budaya. Misalnya pada zaman feudal dulu, untuk menyebut orang yang dihormati, digunakan kata “tuan”. Kini, kata “tuan” diganti dengan kata “bapak” yang terasa lebih demokratis.
Ketiga, perkembangan pemakaian kata. Misalnya kata “menggarap” dari bidang pertanian digunakan juga dalam bidang lain dengan makna “mengerjakan, membuat”.
Keempat, pertukaran tanggapan indra. Misalnya kata “pedas” yang seharusnya ditanggap oleh alat indra perasa lidah menjadi ditanggap oleh alat pendengar telinga, seperti pada ujaran “kata-katanya sangat pedas”.
Kelima, adanya asosiasi yaitu hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain berkenaan dengan bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran itu, sehingga dengan demikian bila disebut ujaran itu maka yang dimaksud adalah sesuatu yang lain yang berkenaan dengan ujaran itu. Misalnya kata “amplop” yang berarti sampul surat dan yang berarti “uang sogok”. Perubahan makna meluas, artinya kalau tadinya kata bermakna “A”, lalu menjadi bermakna “B”. misalnya kata “Baju” mulanya
bermakna pakaian, tetapi juga celana, sepatu, topi, dasi dan sebagainya. Perubahan makna menyempit, artinya kalau tadinya kata bermakna umum menjadi bermakna khusus. Misalnya kata “sarjana” tadinya bermakna “orang cerdik” tetapi kini hanya bermakna “lulusan perguruan tinggi” saja, seperti sarjana pendidikan.
Perubahan makna secara total, artinya makna yang dimiliki sekarang jauh berbeda dengan makna aslinya. Misalnya kata “seni” pada mulanya hanya berkenaan dengan air seni, sekarang bermakna karya cipta. Ada juga perubahan makna yang “menghaluskan” misalnya kata “pemecatan” diganti PHK. Perubahan makan yang bersifat “mengkasarkan” misalnya kata “kalah” digantu dengan “masuk kotak”. Perubahan makna yang “menghaluskan” disebut eufemia/eufemisme. perubahan makna yang “mengkasarkan” disebut disfemia.
7.5. MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
7.5.1. Medan Makna
Medan makna (semantic domain, semantif field) atau median leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya medan warna dalam bahasa Indonesia mengenal nama-nama merah, coklat, biru, hijau, kuning, putih, hitam. Untuk mengatakan nuansa warna yang berbeda, bahasa Indonesia memberi keterangan perbandingan, seperti merah darah, merah jambu, dan merah bata.
Kata-kata yang mengelompok dalam satu medan makna, berdasarkan siswat hubungan semantisnya dapat dibedakan atas kelompok medan kolokasi dan medan set. Kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Misalnya dalam kalimat “tiang layer perahu nelayan itu patah dihantam badai !”. Kata layar, perahu,
nelayan, dan badai yang merupakan kata-kata dalam satu kolokasi, satu tempat atau lingkungan yang sama. Kelompok set menunjuk pada hubungan paradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam satu kelompok set itu bisa saling disubtitusikan. Umpanyanya, kata remaja merupakan tahap erkembangan dari kanak-kanak menjadi dewasa.
7.5.2. Komponen Makna
Makna yang dimiliki oleh setiap kata terdiri dari sejumlah komponen makna yang membentuk keseluruhan makna kata itu.
7.5.3. Kesesuaian Semantik dan Sintaktik
Menurut Chafe (1970) inti sebuah kalimat adalah pada predikat atau verba. menurut Chafe, verbalah yang menentukan kehadiran konstituan lain dalam sebuah kalimat. kalau verbanya berupa kata kerja membaca, maka dalam kalimat itu akan hadir sebuah subjek berupa nomina pelaku dan berkomponen makna manusia. Selain itu juga harus hadir objek nomina yang memiliki komponen makna bacaan, sebab verba membaca juga memiliki komponen makna, bacaan.


TATARAN LINGUISTIK (3):
SINTAKSIS
Sintaksis adalah bidang tataran linguistic yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan tattiein yang berate menempatkan. Secara etimologi berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat .
6.2 STRUKTUR SINTAKSIS
Terdiri dari susunan S,P,O,dan K
Contoh: Kakek melirik nenek tadi pagi
S P O K
S: sebagai kategori nomina
P: sebagai kategori verba
O: sebagai kategori nomina
K: sebagai kategori nomina
S,P,O,K merupakan fungsi dari sintaksis dan juga mempunyai peran sintaksis.
Contoh dalam kalimat di atas:
Nenek(S) memiliki peran pelaku(agentif), melirik (P) memiliki peran aktif, kakek(O) memiliki peran sasaran, tadi pagi (K) memiliki peran waktu.
Susunan fungsi sintaksis tidak harus selalu berurutan S,P,O,K. Namun, yang tampaknya urutannya harus selalu tetap adalah fungsi P dan O.
Keempat fungsi itu tidak harus ada dalam setiap struktur sintaksis. Banyak pakar yang mengatakan struktur sintaksis minimal harus memiliki fungsi subjek dan predikat karena tanpa fungsi tersebut konstruksi itu belum dapat disebut sebgai sebuah struktur sintaksis. Namun, pakar lain Chafe mengatakan bahwa yang paling penting dalam struktur sintaksis adalah fungsi predikat dan predikat itu harus selalu berupa verba, karena berpengaruh terhadap munculnya fungsi-fungsi lain.
Ada pendapat lain yang mengatakan hadir tidaknya suatu fungsi sintaksis tergantung pada konteksnya.
Contoh: - Dalam kalimat jawaban “ Sudah ! “
- Dalam kalimat perintah “ Baca ! “
- Dalam kalimat seruan “ Hebat ! “
Dari contoh di atas, maka fungsi yang muncul hanyalah yang menyatakan jawaban, perintah, atau seruan.
6.2 KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS
Dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan terbesar, tetapi dalm tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang secra hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase. Dalam sintaksis kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan perangkai dalam penyatuan bagian-bagian dari satuan sintaksis.
Dalam pembahasan kata sebagai pengisi satuan sintaksis, dibedakan menjadi dua macam kata, yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata Penuh adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi. Sedangkan, kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi.
Kata penuh berkategori nomina, verba, ajektifa, Adverbia, numeralia. Selain itu, mempunyai kebebasan mutlak sehingga dapat menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan, kata tugas berkategori preposisi dan konjungsi. Kata tugas juga mempunyai kebebasan yang tebatas, selalu terikat dengan kata yang ada dibelakangnya atau di depannya dan dengan kata-kata yang dirangkaikannya.
6.3 FRASE
6.3.1. Pengertian Frase
Frase adalah gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis didalam kalimat. Pembentuk frase itu harus berupa morfem bebas, bukan berupa morfem terikat.
Contoh frase: belum makan
Contoh bukan frase karena morfem terikat: tata boga
6.3.2. Jenis Frase
Frase dibedakan menjadi 4:
6.3.2.1.Frase Eksosentrik
Adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.
Contoh: frase di pasar
Terdiri dari komponen di dan pasar
Frase eksosentrik dibagi menjadi 2:
1.) Direktif( Preposional)
Frase yang komponen pertamanya berupa preposisi dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata yang berkategori nomina.
2.) Nondirektif
Frase yang komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si,sang,yang,para,dan kaum, sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berktegori nomina, ajektifa, atau verba.
6.3.2.2.Frase Endosentrik (Frase Modifikatif)
Frase yang komponennya bukan inti, yaitu membatasi makna komponen inti.
Contoh: sedang membaca
Kata sedang membatasi makna komponen inti( kata membaca).
Frase endosentrik disebut juga frase subordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya yaitu komponen yang membatasi berlaku sebagai komponen bawahan. Komponen inti dapat didepan dan dapat juga dibelakang.
Berdasarkan intinya, frase endosentrik dapat dibedakan menjadi 4:
1.) frase nominal, yaiu frase yang intinya berupa nomina atau pronominal
2.) frase verbal, yaitu frase yang intinya berupa kata kerja
3.) frase adjektifa, yaitu frase yang intinya berupa kata sifat
4.) frase numeralia, yaitu frase yang intinya berupa kata numeral
6.3.2.3.Frase Koordinatif
Frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frase koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit biasanya disebut frase parataksis.
6.3.2.4.Frase Apositif
Frase koordinatif yang kedua komponenya saling merujuk sesamanya.sehingga urutan komponenya dapat dipertukarkan.
6.3.3. Perluasan Frase
Frase dapat diperluas dengan memberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
Dalam bahasa Indonesia perluasan frase sangat produktif. Hal ini dikarenakan beberapa faktor:
a. untuk menyatakan konsep-konsep khusus, biasanya diterangkan secara leksikal. Selain itu, perluasan frase dilakukn secara bertahap.
b. pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa fleksi, melainkan dinyatakan dengan unsure leksikal.
c. bahasa Indonesia adalah keperluan untuk memberi deskripsi secara terperinci terhadap suatu konsep. Dalam perincian deskripsi ini biasanya digunakan konjungsi yang sebagai penyambung keterangan-keterangan tambahan pada deskripsi itu.
6.4. KLAUSA
6.4.1. Pengertian
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif, artinya di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Fungsi yang harus ada dalam konstruksi klausa ini adalah subjek dan predikat.
Contoh: Adik mandi.
S P
Kalimat tersebut bersifat predikatif.
Sebuah konstruksi disebut kalimat kalau kepada konstruksi itu diberikan intonasi kalimat.
Contoh: Nenek mandi.
Dapat disebut kalimat kalau kepadanya diberi intonasi kalimat, baik intonasi deklaratif, interogatif, maupun interjektif. Klausa dapat menjadi kalimat tunggal jika didalamnya terdapat subjek dan predikat.
6.4.2. Letak Klausa
Tempat klausa adalah di dalam kalimat. Dalam kalimat tunggal, seluruh bagian kalimat diisi oleh sebuah klausa. Sedangkan dalam kalimat majemuk diisi oleh dua atau lebih klausa.
Banyak klausa yang terletak di tengah kalimat karena disisipkan sebagai keterangan tambahan.
Contoh: Gadis yang duduk di depan itu bukan cucu nenek.
Klausa gadis yang duduk di depan disisipkan ke dalam klausa gadis itu bukan cucu nenek.
6.4.3. Jenis Klausa
Jenis klausa dibedakan berdasarkan strukturnya dan kategori segmental yang menjadi predikatnya.
6.4.3.1.Berdasarkan strukturnya dibedakan menjadi 2:
1.) Klausa bebas
Klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat.
2.) Klausa terikat
Klausa terikat adalah klausa yang mempunyai struktur yang tidak lengkap. Dalam klausa ini hanya ada subjek saja atau objek saja atau keterangan saja.
6.4.3.2. Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya
1.) Klausa verbal
Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba.
Klausa verbal dibagi menjadi 3:
a.) Klausa transitif
Klausa yang predikatnya verba transitif.
Contoh: Nenek menulis surat
b.) Klausa intransitif
Klausa yang predikatnya verba intransitif.
Contoh: Nenek menangis
c.) Klausa refreksif
Klausa yang predikatnya berupa verba refreksif.
Contoh: Nenek sedang menangis
2.) Klausa nominal
Klausa yang predikatnya berupa nomina.
Contoh: Ayahnya petani di desa itu
3.) Klausa adjektifal
Klausa yang predikatnya berkategori ajektifa.
Contoh: Bumi ini sangat luas
4.) Klausa adverbial
Klausa yang predikatnya adverbia.
Contoh: Bandelnya teramat sangat
5.) Klausa preposional
Klausa yang predikatnya berupa frase berkategori preposisi.
Contoh: Ibu di dapur
6.) Klausa numeral
Klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numeralia.
Contoh: gajinya 5 juat sebulan
Ada istilah klausa berpusat dan tak berpusat.
Ø Klausa berpusat adalah klausa yang subjeknya terikat di dalam predikatnya. Klausa ini terdapat dalam beberapa bahsa fleksi seperti bahsa arab dan bahasa latin.
Contoh: Aqra ul Qur’an artinya saya membaca al qur’an
Ø Klausa tak berpusat adalah klusa yang subjeknya tidak terikat di dalam predikatnya.
6.5. KALIMAT
6.5.1. Pengertian Kalimat
Kalimat adalah kata-kata yang teratur yang berisi pikiran atau pelengkap, yang menjadi dasar penting dari kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final. Konstituen itu sendiri dapat berupa kata, frase, atau klausa.
6.5.2. Jenis Kalimat
6.5.2.1. Kalimat inti, yaitu kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral dan afirmatif.
Contoh: FN+FV : Nenek datang
Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan berbagai transformasi.
6.5.2.2. Kalimat tunggal dan Kalimat majemuk
Kalimat tunggal hanya terdiri dari satu klausa. Sedangkan, kalimat majemuk mempunyai klausa lebih dari satu. Kalimat majemuk dibedakan menjadi 3:
1.) Kalimat majemuk koordinatif
Kalimat majemuk yang klausanya memiliki status yang sama, yang setara, atau yang sederajat. Klausa-klausanya biasanya dihubungkan dengan konjungsi eksplisit, seperti dan, atau, tetapi, lalu. Namun, ada yang konjungsi secara implisit (tanpa konjungsi).
2.) Kalimat majemuk subordinatif
Kalimat majemuk yang hubungan antara klausa-klausanya tidak setar. Biasanya kedua klausa dihubungkan dengan konjungsi subordinatif., misalnya kalu, ketika, meskipun, dan karena.
3.) Kalimat majemuk kompleks atau campuran
Kalimat majemuk yang terdiri dari 3 klausa atau lebih. Kalimat majemuk ini merupakan campuran dari kalimat majemuk setara dan bertingkat.
6.5.2.3. Kalimat mayor dan Kalimat minor
1.) Kalimat mayor adalah kalimat yang klausanya lengkap, sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat
2.) Kalimat minor adalah kalimat yang unsur-unsurnya tidak lengkap, misalnya kalimat seruan.
6.5.2.4. Kalimat verbal dan non-verbal
1.) Kalimat verbal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata/frase yang berkategori verba.
2.) Kalimat non-verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata/frase verbal.
6.5.2.5. Kalimat bebas dan Kalimat terikat
1.) Kalimat bebas adalah kalimat yang dapat memulai sebuah paragraf tanpa bantuan kalimat lain yang menjelaskannya.
2.) Kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap.
6.5.3. Intonasi Kalimat
Intonasi dapat berupa tekanan, nada, atau tempo.
a. Tekanan adalah ciri-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi ujaran
b. Tempo adalah waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan suatu arus
ujaran.
c. Nada adalah unsur suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan suatu segmen dalam suatu ujaran.
6.5.4. Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus, dan Diatesis
6.5.4.1. Modus adalah penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara tentang apa yang diucapkannya. Ada beberapa modus:
a..modus indikatif (bersikap objektif atau netral )
b. modus optatif ( harapan atau keinginan )
c. modus imperatif ( perintah atau larangan )
d. modus interogatif ( pertanyaan )
e. modus obligatif ( keharusan )
f. modus desideratif ( keinginan atau kemauan )
g. modus kondisional ( persyaratan )
6.5.4.2. Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan wakatu secara internal di dalam situasi, keadaan, kejadian/proses. Ada beberapa macam aspek:
a. aspek kontinuatif ( perbuatan terus berlangsung )
b. aspek inseptif ( peristiwa baru mulai )
c. aspek progresif ( perbuatan sedang berlangsung )
d. aspek repetitif ( perbuatan terjadi berulang-ulang )
e. aspek imperfektif ( berlangsung sebentar )
f. aspek sesatif ( perbuatan berakhir )
6.5.4.3. Kala adalah informasi di dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian , tindakan atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat.
6.5.4.4. Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa. Ada beberapa jenis modalitas :
a. modalitas intensional ( keinginan, permintaan, ajakan )
b. modalitas epistesmik ( kemungkinan, kepastian, dan keharusan )
c. modalitas deontik ( keizinan atau perkenanan )
d. modalitas dinamik ( kemampuan )
6.5.4.5. Fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu.
6.5.4.6. Diastesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam hal itu. Ada beberapa macam diastesis yaitu diastesis aktif, diastesis pasif, diastesis refleksif, diastesis resiplokal, dan diastesis kausatif.
6.6. WACANA
6.6.1. Pengertian Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Dalam wacana terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca/pendengar tanpa keraguan apapun.
6.6.2. Alat Wacana
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif antara lain:
a. konjungsi yaitu alat untuk menghubungkan bagian-bagian kalimat atau paragraf.
b. menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anafosis.
c. menggunakan elipsis yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat pada kalimat yang lain.
Selain itu juga dapat dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik, yaitu:
a. menggunakan hubub\ngan pertentangan pada kedua kalimat
b. menggunakan hubungan generik-spesifik dan sebaliknya
c. menggunakan hubungan perbandingan anatara isi kedua bagian kalimat
d. menggunakan hubungan sebab-akibat diantara isi kedua kalimat
e. menggunakan hubungan tujuan didalam isi sebuah wacana
f. menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat dalam satu wacana.
6.6.3. Jenis Wacana
Wacana dibedakan berdasarkan sudut pandang dari mana wacana itu dilihat, yaitu:
a. wacana berdasarkan dengan sarananya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis. Wacana ini dibedakan menjadi wacana lisan dan wacana tulis
b. wacana dilihat dari pengguanaan bahasa dibedakan menjadi wacana prosa dan wacana puisi
c. wacana dilihat dari penyampaian isinya, dibedakan menjadi wacana narasi, eksposisi, persuasi, dan argumentasi.
6.7. CATATAN MENGENAI HIERARKI SATUAN
Kiranya urutan hierarki itu adalah normal teoritis. Dalam praktek berbahasa banyak faktor yang menyebabakan terjadinay penyimpangan urutan. Disamping urutan normal itu bisa dicatat adanya kasus pelompatan tingkat, pelapisan tingkat, dan penurunan tingkat.


LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
2. 1. Keilmiahan Linguistik
Pada dasarnya setiap limu, termasuk juga ilmu linguistik, tetap mengalami tiga tahap perkembangan sebagai berikut.
Tahap pertama, yakni tahap spekulasi. Dalam tahap ini pembicaraan mengenai sesuatu dan cara mengambil kesimpulan dilakukan dengan sikap spekulatif. Artinya kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa prosedur-prosedur tertentu. Tindakan spekulatif seperti ini kita lihat misalnya, dalam bidang geografi dulu orang berpendapat bahwa bumi ini berbentuk datar seperti meja. Kalau ditanya apa buktinya, atau bagaimana cara membuktikannya, tentu tidak dapat dijawab, atau kalaupun dijawab akan secara spekulatif pula. Padahal seperti yang kita tahu, bahwa pandangan atau penglihatan kita seringkali tidak sesuai dengan kenyataan atau kebenaran faktual.
Dalam studi bahasa dulu orang mengira bahwa semua bahasa di dunia diturunkan dari bahasa Ibrani, maka orang juga mengira Adam dan Hawa memakai bahasa Ibrani di Taman Firdaus. Bahkan sampai akhir abad-17 seorang filosof Swedia masih menyatakan bahwa di Surga Tuhan berbicara dengan Swedia, Adam berbahasa Denmark, ular berbahasa Perancis. Semua itu hanyalah spekulasi yang pada zaman sekarang sukar diterima.
Tahap kedua, adalah tahap observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini para ahli dibidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apapun. Kebanyakan ahli sebelum perang kemerdekaan baru bekerja sampai tahap ini. Bahasa-bahasa di Nusantara didaftarkan, ditelaah ciri-cirinya, lalu dikelompokkan berdasarkan kesamaan-kesamaan ciri yang dimiliki bahasa-bahasa tersebut. . Cara seperti ini belum dikatakan “ilmiah” karena belum sampai tahap penarikan suatu teori. Pada saat ini cara kerja tahap kedua ini tampaknya masih diperlukan bagi kepentingan dokumentasi kebahasaan di negeri kita, sebab masih banyak sekali bahasa di Nusantara ini yang belum terdokumentasikan.
Tahap ketiga, adalah tahap adanya perumusan teori. Pada tahap ini setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah-masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan. Kemudian dalam disiplin itu dirumuskan hipotesis atau hipotesis-hipotesis yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu; dan menyusun tes untuk menguji hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta yang ada.
Disiplin linguistik dewasa ini sudah mengalami ketiga tahap diatas. Artinya, disiplin linguistik itu sekarang sudah bisa dikatakan merupakan kegiatan ilmiah. Selain tiu bisa dikatakan ketidakspekulatifan dalam penarikan kesimpulan merupakan salah satu ciri keilmiahan. Tindakan spekulatif dalam kegiatan ilmiah berarti tindakan itu dalam menarik kesimpulan atau teori harus didasarkan pada data empiris, yakni data yang nyata ada, yang terdapat dari alam yang wujudnya dapat diobservasi. Jadi kesimpulan yang dibuat pada kegiatan ilmiah hanya berlaku selama belum ditemukannya data baru yang dapat membatalkan kesimpulan itu.
Kegiatan linguistik juga tidak boleh “dikotori” oleh pengetahuan atau keyakinan si peneliti. Umpamanya, menurut pengetahuan kita jika prefiks me – diimbuhkan pada kata dasar yang mulai dengan vokal maka akan muncul –ng–. oleh karena itu, bentuk merubah yang nyata-nyata secara empiris ada, kita katakan adalah bentuk yang salah. Seharusnya adalah mengubah, yaitu dari prefiks me – ditambah dengan bentuk dasar ubah.
Kegiatan empiris biasanya bekerja secara induktif dan deduktif dengan beruntun. Artinya, kegiatan itu dimulai dengan mengumpulkan data empiris. Data empiris itu dianalisis dan diklasifikasikan. Lalu ditarik suatu kesimpulan umum berdasarkan data empiris itu. Kesimpulan ini biasanya disebut kesimpulan induktif. Kemudian kesimpulan ini “diuji” lagi pada data empiris yang diperluas, maka kesimpulan itu berarti semakin kuat kedudukannya. Apabila data baru itu tidak cocok dengan kesimpulan itu, maka berarti kesimpulan itu menjadi goyah kedudukannya. Jadi, perlu diwaspadai dan direvisi.
Dalam ilmu logika atau ilmu menalar selain adanya penalaran secara induktif , mula-mula dikumpulkan data-data khusus, lalu dari data-data khusus ditarik kesimpulan umum, secara deduktif adalah kebalikannya. Artinya, suatu kesimpulan mengenai data khusus dilakukan berdasarkan kesimpulan umum yang telah ada. Namun, kebenaran kesimpulan deduktif sangat bergantung pada kebenaran kesimpulan umum, yang lazim disebut premis mayor, yang dipakai untuk menarik kesimpulan deduktif itu.
Sebagai ilmu empiris, linguistik berusaha mencari keteraturan atau kaidah-kaidah yang hakiki dari bahasa yang ditelitinya. Karena itu, linguistik sering disebut nomotetik. Kemudian sesuai dengan predikat keilmiahan yang disandangnya linguistik tidak pernah berhenti pada satu titik kesimpulan, tetapi akan terus menyempurnakan kesimpulan tersebut berdasarkan data empiris selanjutnya.
Pendekatan bahasa sebagai bahasa ini, sejalan dengan ciri-ciri hakiki bahasa, dapat dijabarkan dalam sejumlah konsep sebagai berikut:
Pertama, karena bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistik melihat bahasa sebagai bunyi. Artinya bagi linguistik, bahasa lisan adalah primer, sedangkan bahasa tulis adalah sekunder.
Kedua, karena bahasa bersifat unik, maka linguistik tidak berusaha menggunakan kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.
Ketiga, karena bahasa adalah suatu sistem, maka linguistik mendekati bahasa bukan sebagai kumpulan yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan yang lainnya mempunyai jaringan hubungan. Pendekatan yang melihat bahasa sebagai kumpulan unsur yang saling berhubungan, atau sebagai sistem itu, disebut pendekatan struktural. Lawannya disebut pendekatan otomatis, yaitu yang melihat bahasa sebagai kumpulan unsur-unsur yang terlepas, yang berdiri sendiri-sendiri.
Keempat, karena bahasa dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya, maka linguistik memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang dinamis. Lalu karena itu pula linguistik mempelajari bahasa secara sinkronik dan diakronik. Secara sinkronik artinya mempelajari bahasa dengan berbagai aspeknya pada kurun waktu tertentu. Studi sinkronik bersifat deskriptif karena linguistik hanya mencoba memberikan keadaan bahasa itu menurut apa adanya dalam kurun waktu terbatas. Secara diakronik, artinya mempelajari bahasa dengan berbagai aspek dan perkembangannya dari waktu ke waktu, sepanjang kehidupan bahasa itu. Secara diakronik sering juga disebut studi histori komparatif.
Kelima, karena sifat empirisnya, maka linguistik mendekati bahasa secara deskripstif dan tidak secara prespektif. Artinya, yang penting dalam linguistik adalah apa yang sebenarnya diungkapkan seseorang (sebagai data empiris) dan bukan apa yang menurut si peneliti seharusnya diungkapkan.
2. 2. Subdisiplin Linguistik
Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang berkenaan dengan adanya hubungan disiplin itu dengan masalah-masalah lain. Pembagian atau pencabangan itu diadakan tentunya karena objek yang menjadi kajian disiplin ilmu itu sangat luas atau menjadi luas karena perkembangan dunia ilmu.
Mengingat bahwa objek linguistik, yaitu bahasa, merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusian bermasyarakat, sedangkan kegiatan itu sangat luas, maka subdisiplin atau cabang linguistik itu sangat luas atau menjadi luas karena perkembangan dunia ilmu. Dalam buku ini kita akan mencoba mengelompokkan nama-nama subdisiplin linguistik itu.
2. 2. 1. Berdasarkan objek kajiannya, apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu dapat dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus.
Linguistik umum: linguistik yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa secara umum. Kajian umum dan khusus ini dapat dilakukan terhadap keseluruhan sistem bahasa atau juga hanya pada satu tataran dari sistem bahasa itu. Pembicaraan dalam buku ini terutama hanya mengenai fonologi, morfologi, dan sintaksis bahasa pada umumnya.
2. 2. 2. Berdasarkan objek kajiannya, apakah bahasa pada masa tertentu atau bahasa pada sepanjang masa dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan diakronik.
Linguistik sinkronik/deskriptif: mengkaji bahasa pada masa yang terbatas. misalnya mengkaji bahasa pada tahun dua puluhan, bahasa Jawa dewasa ini. Studi linguistik sinkronik ini biasa disebut juga linguistik deskriptif, karena berupaya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya pada masa tertentu.
Linguistik diakronik: berupaya mengkaji bahasa (atau bahasa-bahasa) pada masa tidak terbatas. Kajian linguistik diakronik ini biasanya bersifat historis dan komparatif. Tujuan linguistik diakronik ini terutama adalah untuk mengetahui sejarah struktural bahasa itu beserta dengan segala bentuk perubahan dan perkembangannya.
2. 2. 3. Berdasarkan objek kajiannya, apakah struktur internal bahasa/bahasa itu hubungannya dengan faktor-faktor diluar bahasa dibedakan adanya linguistik mikro dan linguistik makro (Mikrolinguistik dan makrolinguistik).
Linguistik mikro mengarahkan kajiannya pada struktur internal suatu bahasa tertentu atau struktur internal bahasa pada umumnya. Fonologi menyelidiki ciri-ciri bunyi bahasa, cara terjadinya dan fungsinya dalam sistem kebahasaan secara keseluruhan. Morfologi menyelidiki struktur kata, bagian-bagiannya serta cara pembentukannya. Sintaksis menyelidiki satuan-satuan kata dan satuan-satuan lain diatas kata, hubungan satu dengan yang lainnya, serta cara penyusunannya sehingga menjadi satuan ujaran. Morfologi dan sintaksis dalam peristilahan tata bahasa tradisional biasanya berada dalam satu bidangyaitu gramatika atau tata bahasa. Semantik menyelidiki makna bahasa baik yang bersifat leksikal, gramatikal, maupun kontekstual. Leksikologi menyelidiki liksikon atau kosakata suatu bahasa dari berbagai aspek.
Studi linguistik mikro ini sesungguhnya merupakan studi dasar linguistik sebab yang dipelajari adalah struktur internal bahasa itu. Sedangkan linguistik makro yang menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor diluar bahasa, lebih banyak membahas faktor luar bahasanya daripada struktur internal bahasa. Karena banyaknya masalah yang terdapat diluar bahasa, maka subdisiplin linguistik makropun menjadi sangat banyak.
Sosiolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaiannya di masyarakat. Sosiolinguistik ini merupakan ilmu interdisipliner antara sosiologi dan linguistik. Psikolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia, termasuk bagaimana kemampuan berbahasa itu dapat diperoleh. Jadi, psikolinguistik ini merupakan ilmu interdisipliner antara psikologi dan linguistik. Antropolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan budaya dan pranata budaya manusia. Antropolinguistik merupakan ilmu interdisipliner antara antropologi dan linguistik. Stilistika adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan dalam bentuk-bentuk karya sastra. Jadi, stilistika adalah ilmu interdisipliner antara linguistik dan ilmu susastra. Filologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat dalam bahan-bahan tertulis. Filologi merupakan ilmu interdisipliner antara linguistik, sejarah, dan kebudayaan. Filsafat bahasa adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari kodrat hakiki dan kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia, serta dasar-dasar konseptual dan teoretis linguistik. Dialektologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari batas-batas dialek dan bahasa dalam suatu wilayah tertentu. Dialektologi ini merupakan ilmu interdisipliner antara linguistik dan geografi.
2. 2. 4. Berdasarkan tujuannya, apakah penyelidikan linguistik itu semata-mata untuk merumuskan teori ataukan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bisa dibedakan adanya linguistik teoretis dan linguistik terapan
Linguistik teoretis: mengadakan penyelidikan terhadap bahasa, atau juga terhadap hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa untuk menemukan kaidah-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannya. Kegiatannya hanya untuk kepentingan teori belaka.
2. 2. 5. Berdasarkan teori yang digunakan dalam penyelidikan bahasa dikenal adanya linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik transformasional, linguistik generatif semantik, linguistik relasional dan linguistik sistemik.
Bidang sejarah linguistik ini berusaha menyelidiki perkembangan seluk beluk ilmu linguistik itu sendiri dari masa ke masa, serta mempelajari pengaruh ilmu-ilmu lain, dan pengaruh pelbagai pranata masyarakat (kepercayaan, adat istiadat, pendidikan, dsb) terhadap linguistik sepanjang masa.
Dari uraian di atas kita lihat betapa luasnya bidang, cabang, atau subdisiplin linguistik itu. Ini terjadi karena objek linguistik itu, yaitu bahasa, memang mempunyai jangkauan hubungan yang sangat luas di dalam kehidupan manusia.
2. 3. ANALISIS LINGUISTIK
Analisis linguistik dilakukan terhadap bahasa, atau lebih tepat terhadap semua tataran tingkat bahasa, yaitu fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik.
2. 3. 1. Struktur, Sistem, dan Distribusi
Bapak linguistik modern, Ferdinand de Saussure (1857 – 1913) dalam bukunya Course de Linguitique Generale (terbit pertama kali 1916, terjemahannya dalam bahasa Indonesia terbit 1988) membedakan adanya dua jenis hubungan atau relasi yang terdapat antara satuan-satuan bahasa. Relasi sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan bahasa di dalam kalimat yang konkret tertentu; sedangkan relasi asosiatif adalah hubugan yang terdapat dalam bahasa, namun tidak tampak dalam susunan satuan kalimat.
Hubungan-hubungan yang terjadi di antara satuan-satuan bahasa bersifat sintagmatis. Jadi, hubungan sintagmatis ini bersifat linear, atau horizontal antara satuan yang satu dengan yang lain yang berada di kiri dan kanannya.
Louis Hjelmslev, seorang linguis Denmark, mengambil alih konsep de Saussure itu, tetapi dengan sedikit perubahan. Beliau mengganti istilah asosiatif dengan istilah paradigmatik, serta memberinya pengertian yang lebih luas. Hubungan paradigmatik tidak hanya berlaku pada tataran morfologi saja, tetapi juga berlaku untuk semua tataran bahasa.
2. 3. 2. Analisis Bawahan Langsung
Analisis bawahan langsung sering disebut juga analisis unsur langsung, atau analisis bawahan terdekat (InggrisnyaImmediate Constituent Analysis) adalah suatu teknik dalam menganalisis unsur-unsur atau konstituen-konstituen yang membangun suatu satuan bahasa, entah satuan kata, satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat. Setiap satuan bahasa secara apriori diasumsikan terdiri dari dua buah konstituen yang langsung membangun satuan itu.
2. 3. 3. Analisis Rangkaian Unsur dan Analisis Proses Unsur
Analisis rangkaian unsur (Inggrisnya: item-and-arrangement) mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa dibentuk atau ditata dari unsur-unsur lain. Misalnya, satuan tertimbun terdiri dari ter – + timbun, satuan kedinginan terdiri dari dingin + ke –/– an, dan rumah-rumah terdiri dari rumah + rumah. Jadi, dalam analisis rangkaian unsur ini setiap satuan bahasa “terdiri dari . . . “, bukan “dibentuk dari . . . ” sebagai hasil dari suatu proses pembentukan.
Berbeda dengan analisis rangkaian unsur, maka analisis proses unsur (bahasa Inggrisnya: item-and-process) menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses pembentukan. Jadi, bentuk tertimbun adalah hasil dari proses prefiksasi ter – dengan dasar timbun, bentuk kedinginan adalah hasil dari proses konfiksasi ke –/– an dengan dasardingin, dan bentuk rumah-rumah adalah hasil dari reduplikasi terhadap dasar rumah.
2. 4. MANFAAT LINGUISTIK
Bagi linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra linguistik akan membantunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik, sebab bahasa, yang menjadi objek penelitian linguistik itu, merupakan wadah pelahiran karya sastra.
Bagi guru, terutama guru bahasa, pengetahuan linguistik sangat penting, mulai dari subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatn dan kebudayaan. Kalau mereka mempunyai pengetahuan linguistik, maka mereka akan dapat dengan lebih mudah menyampaikan mata pelajarannya.
Bagi penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan hanya yang berkenaan dengan morfologi, sintaksis, dan semantik linguistik, tetapi juga yang berkenaan dengan sosiolinguistik dan kontrastif linguistik. Bagi penyusun kamus atau leksikografer menguasai semua aspek linguistik mutlak diperlukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam menyelesaikan tugasnya. Tanpa pengetahuan semua aspek linguistik kiranya tidak mungkin sebuah kamus dapat disusun.
Pengetahuan linguistik juga memberi manfaat bagi penyusun buku pelajaran atau buku teks. Pengetahuan linguistik akan memberi tuntunan bagi penyusun buku teks dalam menyusun kalimat yang tepat, memilih kosakata yang sesuai dengan jenjang usia pembaca buku tersebut.
Manfaat linguistik bagi para negarawan atau politikus: Pertama, sebagai negarawan atau politikus yang harus memperjuangkan ideologi dan konsep-konsep kenegaraan atau pemerintahan, secara lisan dia harus menguasai bahasa dengan baik. Kedua, kalau politikus atau negarawan itu menguasai masalah linguistik dan sosiolinguistik, khususnya, dalam kaitannya dengan kemasyarakatan, maka tentu dia akan dapat meredam dan menyelesaikan gejolak sosial yang terjadi dalam masyarakat akibat dari perbedaan dan pertentangan bahasa.


SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK
Studi linguistik mengalami 3 tahap perkembangan :
1. Tahap pertama (tahap spekulasi)
2. Tahap kedua (tahap observasi dan klasifikasi)
3. Tahap ketiga (tahap perumusan teori)
LINGUISTIK TRADISIONAL
Dalam pendidikan formal dikenal istilah tata bahasa tradisional (menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik) dan tata bahasa struktural (berdasarkan ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu).
LINGUISTIK ZAMAN YUNANI
Masalah pokok yang menjadi pertentangan para linguis pada zaman yunani yaitu :
1. Pertentangan antara fisis dan nomos
Hal yang dipertanyakan para filsuf Yunani apakah bahasa itu bersifat alami (fisis) atau konvensi (nomos). Maksud dari sifat alami adalah bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul dan sumber dalam prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri (kaum naturalis). Pendapat kaum konvensional bahwa bahasa bersifat konvensi (nomos) yang artinya makna suatu kata diperoleh dari hasil suatu tradisi/kebiasaan yang mungkin bisa berubah.
2. Pertentangan antara analogi dan anomali
Pendapat para kaum analogi seperti Plato dan Aristoteles mengemukakan bahwa bahasa bersifat teratur. Sedangkan kaum anomali berpendapat bahwa bahasa itu bersifat tidak teratur.
KAUM SOPHIS
Tokohnya yaitu Protogoras dan Georgias, membagi kalimat menjadi kalimat narasi, tanya, jawab, perintah, laporan, doa dan undangan. Mereka bekerja secara empiris, pasti, sangat mementingkan bidang retorika dan membedakan tipe-tipe kalimat berdasarkan makna dan isi. Sehingga dikenal sebagai studi bahasa.
PLATO
Ø Dia memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya Dialoog.
Ø Dia menyodorkan batasan bahasa yang bunyinya bahasa adalah pernyataan pikiran manusia dengan perantaraan onomata dan rhemata.
Ø Dialah orang yang pertama kali membedakan kata dalam onoma dan rhema.
ARISTOTELES (merupakan salah satu murid Plato)
¥ Menurutnya, ada 3 macam kelas kata yaitu onoma, rhema dan syndesmoi.
¥ Menurutnya juga, ada 3 macam jenis kelamin kata (gender) yaitu maskulin, feminin dan neutrum.
Hal yang perlu diketahui adalah dia memberikan pengertian, definisi, konsep selalu bertolak dengan logika.
KAUM STOIK
Ø Mereka membedakan studi bahasa secara logika dan tata bahasa.
Ø Menciptakan istilah khusus untuk studi bahasa.
Ø Membedakan legein dan propheretal.
KAUM ALEXANDRIAN
Cikal bakal tata bahasa tradisional itu berasal dari buku Dionysius Thrax.
ZAMAN ROMAWI
Studi bahasa pada zaman Romawi dianggap kelanjutan dari zaman Yunani. Tokoh yang terkenal adalah Varro, dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.
Varro dan “De Lingua Latina”
v Etimologi adalah cabang linguistik yang mnenyelidiki asal-usul kata beserta aslinya.
v Morfologi adalah cabang linguistik yang menyelidiki kata dan pembentukannya.
Varro membagi kelas kata Latin dalam empat bagian, yaitu kata benda, kata kerja, partisipel dan adverbium.
Tentang kasus, dalam bahasa Yunani ada 5 buah, sedangkang dalam bahasa Latin menurut Varro ada 6 buah yaitu nominativus, genetivus, dativus, akusativus, vokativus dan ablativus.
Mengenai deklinasi (perubahan bentuk kata), Varro membedakan menjadi deklinasi naturalis dan deklinasi voluntaris.
Institutiones Grammaticae (Tata Bahasa Priscia)
Yang patut dibicarakan mengenai buku itu :
a. Fonologi, dibicarakan tulisan/huruf yang disebut litterae (bagian terkecil dari bunyi yang dapat dituliskan). Nama huruf disebut figurae. Nilai bunyi disebut potestas. Bunyi dibedakan menjadi vox artikulata, vox martikulata, vox litterata, dan vox illiterata.
b. Morfologi, membicarakan mengenai dictio/kata. Kata dibedakan menjadi nomen, verbum, participum, pronomen, adverbium, praepositio, interjectio, dan conjunctio.
c. Sintaksis, membicarakan hal yang disebut oratio (tata susun kata yang berselaras dan menunjukkan kalimat itu selesai).
ZAMAN PERTENGAHAN
Dari zaman pertengahan ini yang petut dibicarakan dalam studi bahasa, antara lain :
Kaun Modistae, membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos, antara lain analogi dan anomali. Tata bahasa spekulativa, merupakan hasil integrasi deskripsi gramatikal bahasa latin. Petrus Hispanus, pernah menjadi paus dengan gelar Paun Johannes XXI dengan buku berjudul Summulae Logicales.
ZAMAN RENAISANS
Dianggap sebagai zaman pembukaan abad pemikiran abad modern. Bahasa Ibrani dan Bahasa Arab banyak dipelajari orang pada akhir abad pertengahan. Linguistik Arab berkembang pesat karena kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci agama Islam. Bahasa-bahasa Eropa dan Bahasa-bahasa di luar bahasa Eropa.
LINGUISTIK STRUKTURALIS
1. Ferdinand de Saussure, merupakan bapak linguistik modern dengan bukunya Course de Linguistique Generale. Dalam buku ini dibahas mengenai konsep telaah sinkronik dan diakronik, perbedaan langue dan parole, perbedaan signifiant dan signifie dan hubungan sintagmatik dan paradigmatik.
2. Alirah Praha, tokohnya yaitu Vilem Mathesius. Dalam aliran ini dibedakan dengan tegas antara fonetik dan fonologi.
3. Aliran Gelosemantik, dengan tokoh Louis Hjemslev. Menganalisis bahasa dimulai dari wacana,kemudian ujaran itu dianalisis atas konstituen-konstituen yang mempunyai hubungan paradigmatis.
4. Aliran Firthian, terkenal dengan teorinya mengenai fonologi prosodi. Ada 3 macam pokok prosodi :
o Prosodi yang menyangkut gabungan fonem.
o Prosodi yang terbentuk oleh sendi/jeda.
o Prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar daripada fonem-fonem suprasegmental.
5. Linguistik Sistematik
Di dalamnya terdapat pokok-pokok :
Ø Pertama, memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa.
Ø Kedua, memandang bahasa sebagai pelaksana.
Ø Ketiga, lebih mengutamakan pemberian ciri-ciri bahasa tertentu beserta variasinya.
Ø Keempat, mengenal adanya gradasi/kontinum.
Ø Kelima, menggambarkan tataran utama bahasa.
6. Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran linguistik :
§ Pertama, para linguis Amerika menghadapi masalah yang sama, yakni banyak sekali bahasa Indian yang diberikan di Amerika.
§ Kedua, penolakan Bloomfield untuk mentalistik sejalan dengan iklim filsafat pada masa itu di Amerika.
§ Ketiga, adanya The Linguistics Society of Amerika.
7. Aliran Tagmemik
Menurutnya, satuan dasar sintaksis adalah tagmem yang merupakan korelasi antara fungsi gramatikal/slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan.
LINGUISTIK TRANSFORMASIONAL DAN ALIRAN-ALIRAN SESUDAHNYA
1. Tata Bahasa Transformasi
Syarat yang harus dipenuhi dalam tata bahasa :
Ø Kalimat yang dihasilkan harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut.
Ø Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa.
Tata bahasa terdiri dari 3 komponen yaitu komponen sintaksis, semantik dan fonologis.
2. Semantik Generatif
Menurut teori generatif semantik, struktur semantik dan sintaksis bersifat homogen dan dihubungkan dengan kaidah trabsformasi.
3. Tata Bahasa Kasus
Kasus merupakan hubungan antara verba dengan nomina. Verba sama juga dengan predikat dan nomina adalah argumen.
4. Tata Bahasa Relasional
Dalam tata bahasa ini dicari kaidah kesemestaan bahasa. Tiga macam wujud teori yang terlibat adalah seperangkat simpai (nodes), seperangkat tanda relasional dan seperangkat coordinates.
TENTANG LINGUISTIK DI INDONESIA
Penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa. Tujuannya untuk kepentingan para pemerintah kolonial. Gema konsep linguistik modern itu baru tiba di Indonesia akhir tahun 50-an. Atas prakarsa sejumlah linguis senior, berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI).
Sesuai fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan dan bahasa negara, maka bahasa Indonesia menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik pada masa ini, baik dalam maupun luar negeri.


TATARAN LINGUISTIK
FONOLOGI
Runtutan bunyi dalam bahasa ini dapat dianalisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkatan kesatuannya yang ditandai dengan hentian-hentian atau jeda.
Pada tahap pertama runtutan bunyi disegmentasikan bedasarkan adanya jeda yang paling besar dan disegmentasikan lagi pada tahap-tahap selanjutnya sehingga sampai pada kesatuan-kesatuan runtutan bunyi yang disebut silabel/suku kata.
Silabel merupakan satuan runtutan bunyi yang ditandai dengan satu satuan bunyi yang paling nyaring. Adanya puncak kenyaringan/sonoritas inilah yang menandai silabel itu. Puncak kenyaringan biasanya ditandai dengan sebuah bunyi vokal.
Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi dibedakan menjadi 2 fonetik dan fonemik.
Fonetik adalah cabang fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
Fonemik adalah memperhatikan bunyi-bunyi tersebut sebagai pembeda makna, tetapi ada pakar yang menggunakan istilah fonologi untuk pengertian yang disini kita sebut fonemik.
A. FONETIK
Adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi pembeda makna atau tidak.
Fonetik dibedakan menjadi tiga, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditoris.
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis/fisiologis mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis/alam. Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa oleh telinga kita. Fonetik organis sebagian besar termasuk linguistik. Fonetik akustik sebagian besar termasuk fisika. Fonetik auditoris sebagian besar termasuk neurologi.
1. Alat Ucap
Adalah hal pertama yang dibicarakan dalam fonetik artikulatoris alat yang terlibat dalam produksi bunyi bahasa adalah sebagai berikut :
a. Paru-paru n. Ujung lidah
b. Batang tenggorok o. Anak tekak
c. Pangkal tenggorok p. Langit-langit lunak
d. Pita suara q. Langit-langit keras
e. Krikoid r. Gusi
f. Tiroid s. Gigi atas
g. Antenoid t. Gigi bawah
h. Dinding tenggorok u. Bibir atas
i. Epiglotis v. Bibir bawah
j. Akar lidah w. Mulut
k. Pangkal lidah x. Rongga mulut
l. Tengah lidah y. Rongga hidung
m. Daun lidah
Bunyi dibedakan menjadi dua yi bunyi dental dan bunyi labial
2. Proses Fonasi
Ÿ Dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok yang di dalamnya terdapat pita suara (dalam keadaan terbuka agar bisa keluar bunyi)
Ÿ Empat macam posisi pita suara
a. Pita suara terbuka lebar
b. Pita suara agar lebar
c. Pita suara terbuka sedikit
d. Pita suara tertutup sama sekali
Ÿ Jika pita suara terbuka lebar maka tidak akan terjadi bunyi. Jika terbuka agak lebar maka terjadi bunyi bahasa yang disebut bunyi tak bersuara. Jika pita suara terbuka sedikit maka akan terjadi bunyi bersuara. Jika pita suara tertutup rapat maka akan terjadi bunyi hamzah.
Ÿ Tempat bunyi bahasa terjadi disebut tempat artikulasi alatnya disebut artikulator. Artikulator ada dua yaitu artikulator aktif dan artikulator pasif. Artikulator aktif adalah alat ucap yang digerakkan/bergerak. Artikulator pasif adalah alat ucap yang tidak dapat bergerak yang didekati artikulator aktif.
3. Tulisan Fonetik
Ÿ Dalam tulisan fonetik setiap huruf/lambang nny digunakan untuk melambangkan satu bunyi bahasa.
Ÿ Dalam tulisan fonetik setiap bunyi, baik yang segmental maupun yang suprasegmental dilambangkan secara akurat.
Selain tulisan fonetik dan tulisan fonetik adalah tulisan lain yaitu tulisan ortografi.
Sistem tulisan ortografi dibuat untuk digunakan secara umum di dalam masyarakat suatu bahasa.
4. Klasifikasi Bunyi
Dibedakan atas konsonan dan vokal.
Bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit.
Bunyi konsonan terjadi setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka sedikit atau agak lebar diteruskan ke rongga mulut/rongga hidung dengan mendapat hambatan di tempat-tempat artikulasi tertentu.
a. Klasifikasi vokal
- dibedakan berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut
- posisi lidah bisa bersifat vertikal / horizontal
- secara vertikal dibedakan menjadi vokal tinggi, vokal tengah dan vokal rendah.
- secara horizontal dibedakan menjadi vokal depan, vokal pusat dan vokal belakang.
- menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak bundar.
b. Diftong atau vokal rangkap
- disebut vokal rangkap karena posisi lidah pada bagian awal dan bagian akhir berbeda.
- diftong dibagi dua, yaitu diftong naik dan diftong turun. Disebut diftong naik karena posisi pertamanya lebih rendah di posisi kedua dan sebaliknya.
Contoh: au, ai, au, oi.
c. Klasifikasi konsonan
- Berdasarkan posisi pita suaranya dibedakan menjadi bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara.
- Berdasarkan tempat artikulasinya dibedakan menjadi:
Ÿ Bilabilal : terjadi pertemuan bibir bawah yang merapat pada bibit atas.
Ÿ Labiodental : terjadi pada gigi bawah dan bibir atas. Gigi bawah merapat pada bibit atas.
Ÿ Laminoalveolar : terjadi pada pangkal lidah dan langit-langit lunak.
- Berdasarkan cara artikulasinya:
Ÿ hambat (letup, plosif, stop) Ÿ getaran/trill
Ÿ geseran/frikatif Ÿ sampingan/lateral
Ÿ paduan/afrikatif Ÿ hampiran/aproksiman
Ÿ sengauan/nasal
5. Unsur Suprasegmental
Dibedakan menjadi:
a. Tekanan/stress
Menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.
b. Nada/pitch
- Berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi.
- Empat macam nada, yaitu:
Ÿ Nada yang paling tinggi, diberi tanda dengan angka 4
Ÿ Nada tinggi, diberi tanda dengan angka 3
Ÿ Nada sedang/biasa, diberi tanda dengan angka 2
Ÿ Nada rendah, diberi tanda angka 1
c. Jeda/persendian
- Berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar
- Disebut jeda karena ada hentian disebut persendian karena di tempat perhentian itu terjadi persambungan dibedakan menjadi sendi dalam dan sendi luar.
- Sendi luar dibedakan menjadi:
Ÿ Jeda antar kata (/)
Ÿ Jeda antar frase (//)
Ÿ Jeda antar kalimat (#)
6. Silabel atau Suku Kata
Silabel adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran. Salu silabel biasanya meliputi satu vokal atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih. Bunyi yang paling banyak mengguna-kan ruang resonansi itu adalah bunyi vokal, oleh karena itu bunyi vokal disebut bunyi silabis/puncak silabis.
B. FONEMIK
Objek penelitian fonemik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Jika bunyi itu membedakan makna, maka bunyi tersebut kita sebut fonem.
1. Identifikasi fonem
Untuk mengetahuinya kita harus mencari sebuah satuan bahasa lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. jika kedua satuan bahasa itu berbeda maka berarti bunyi tersebut adalah fonem, karena fonem berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu.
2. Alofon
Bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah fonem disebut alofon, seperti identitas fonem, identitas alofon juga digunakan pada satu bahasa tertentu.
Alofon-alofon dari sebuah fonem punya kemiripan fonetis. Artinya banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapan. Tentang distribusinya, mungkin bersifat komplementer, mungkin juga bersifat bebas.
Yang dimaksud dengan distribusi komplementer adalah distribusi yang tempatnya tidak ditukarkan, jika ditukarkan juga tidak menimbulkan perbedaan makna.
Distribusi bebas adalah alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi tertentu.
3. Klasifikasi Fonem
Kriteria prosedur klasifikasi fonem sebenarnya sama dengan cara klasifikasi bunyi.
Fonem-fonem berupa bunyi yang didapat sebagai hasil segmental terhadap arus ujaran disebut fonem segmental. Sebaliknya yang disebut fonem suprasegmental yaitu yang berupa unsur suprasegmental. Tapi dalam bahasa Indonesia unsur suprasegmental tampaknya tidak bersifat fonemis maupun morfemis, namun intonasi mempunyai peranan pada tingkat sintaksis.
4. Khazanah Fonem
Adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Jumlah fonem yang dimiliki suatu bahasa tidak sama jumlahnya dengan bahasa lain.
5. Perubahan Fonem
Ucapan sebuah fonem berbeda sebab tergantung pada lingkungannya/pada fonem-fonem yang lain yang berbeda di sekitarnya.
a. Asimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya. Contoh: sabtu (lazim diucapkan saptu)
b. Netralisasi dan arkifonem
Contohnya pada kata hard. Fonem pada kata hard yang bisa berwujud /t/ atau /d/ dalam istilah linguistik disebut arkifonem.
Fonem punya fungsi sebagai pembeda makna kata akan tetapi pada kata pasangan /sabtu/ dan /saptu/ keduanya tidak membedakan makna sehingga disebut netralisasi.
c. Umlaut, ablaut dan harmoni vokal
Umlaut : perubahan vokal sehingga berubah menjadi vokal yang lebih tinggi.
Misal: bunyi /a/ pada kata handje lebih tinggi dari kata /hand/
Ablaut : perubahan vokal untuk menandai pelbagai fungsi gramatikal.
Misal: dalam bahasa Jerman vokal /a/ menjadi /ä/
Harmoni vokal: keselarasan vokal yang terdapat dalam bahasa Turki.
d. Kontraksi
Yaitu menyingkat atau memperpendek ujarannya.
e. Metatesis dan epentetis
Metatesis : proses mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata.
Contoh: bentuk kata sapu, ada bentuk apus dan usap.
Epentetis : yang homorgen dengan lingkungannya disisipkan dalam sebuah kata.
Contoh : kampak dan kapak.
g. Fonem dan Grafem
Fonem : satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata.
Grafem : lambang alofon-alofon uang merealisasikan sebuah fonem itu.
Contoh : grafem e dipakai untuk melambangkan dua buah fonem yang berbeda yakni fonem /e/ dan fonem /ә/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar