Senin, 04 April 2011

sinopsis novel ketika cinta bertasbi

SINOPSIS NOVEL “ KETIKA CINTA BERTASBIH”
Langit dini hari selalu memikatnya, bahkan sejak ia masi kanak-kanak, bintang yang berkilawan di matanya tampak seumpama mata ribuan malaikat yang mengintip penduduk bumi. Bulan terasa begitu anggun menciptakan kedamaian di dalam hati. Ia tak bisa melewatkan pesona ayat-ayat kauni yang maha indah itu begitu saja.
Sejak kecil abahnya sudah sering membangunkannya jam tiga pagi. Abah mengendong dan mengajaknya menikmati keindahan surgawi. Keindahan pesona langit, bintang gemintang, dan bulan yang sedemikian fitri.
Diatas sana ada jutaan malaikat yang sedang bertasbih, begitu kata abahnya yang tak lain adalah Kiai Lutfi sambil menggendongnya. Ia tidak mungkin melupakannya.
Abdullah Khairul Azzam – 28 tahun- pemuda tampan dan cerdas dari sebuah desa di Jawa Tengah. Dari kecil, Azzam sudah terlihat sebagai anak yang sangat baik budi pekertinya. Atas usahanya yang gigih dia berhasil memperoleh bea siswa untuk belajar di Al Azhar Mesir selepas menamatkan Aliyah di desanya.
Baru setahun di Kairo dan menjadi mahasiswa berprestasi peraih predikat Jayyid Jiddan (Lulus dengan Sempurna), ayahnya meninggal dunia. Sebagai anak tertua Azzam mau tidak mau harus bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya, dikarenakan adiknya masih kecil-kecil. Sementara itu, dia sendiri harus menyelesaikan studinya di Negara orang. Akhirnya dia mulai membagi waktu untuk belajar dan mencari nafkah. Ia mulai membuat tempe dan bakso yang ia pasarkan di lingkungan KBRI dia Kairo. Berkat keahlian dan keuletannya dalam memasak, Azzam menjadi populer dan dekat dengan kalangan staf KBRI di Cairo. Tapi hal itu berimbas pada kuliah Azzam, sudah 9 tahun berlalu, ia belum juga menyelesaikan kuliahnya.
Seringnya Azzam mendapatkan job di KBRI Cairo mempertemukan ia dengan Puteri Duta Besar, Eliana Pramesthi Alam. Eliana adalah lulusan EHESS Perancis yang melanjutkan S-2 nya di American University in Cairo. Selain cerdas, Eliana juga terkenal di kalangan mahasiswa karena kecantikannya. Ia bahkan pernah diminta main di salah satu film produksi Hollywood, juga untuk Film layar lebar dan Sinetron di Jakarta. Segudang prestasi dan juga kecantikan Eliana membuat Azzam menaruh hati pada Eliana. Tetapi Azzam urung menjalin hubungan lebih dekat dengan Eliana, karena selain sifat dan kehidupannya yang sedikit bertolak belakang dengan Azzam, juga karena nasihat dari Pak Ali, supir KBRI yang sangat dekat dengan keluarga Eliana.
Apa yang dikatakan Pak Ali cukup terngiang-ngiang di benaknya, bahwa ada seorang gadis yang lebih cocok untuk Azzam. Azzam disarankan untuk buru-buru mengkhitbah (melamar) seorang mahasiswa cantik yang tak kalah cerdasnya dengan Eliana. Dia bernama Anna Althafunnisa, S-1 dari Kuliyyatul Banaat di Alexandria dan sedang mengambil S-2 di Kuliyyatul Banaat Al Azhar – Cairo, yang juga menguasai bahasa Inggris, Arab dan Mandarin. menurut Pak Ali, kelebihan Anna dari Eliana adalah bahwa Anna memakai jilbab dan sholehah, bapaknya seorang Kiai Pesantren bernama Kiai Luthfi Hakim.
Ada keinginan Khaerul Azzam untuk menghkhitbah Anna walaupun ia belum pernah bertemu atau melihat Anna. Karena tidak punya biaya untuk pulang ke Indonesia, Pak Ali menyarankan supaya melamar lewat pamannya yang ada di Cairo, yaitu Ustadz Mujab, dimana Azzam sudah sangat mengenal ustadz itu. Dengan niat penuh dia pun datang ke ustadz Mujab untuk mengkhitbah Anna Althafunnisa. Tapi ternyata lamaran itu ditolak atas dasar status. Karena S-1 Azzam yang tidak juga selesai, dan lebih dikenal karena jualan tempe dan baso. Selain itu, Anna telah dikhitbah lebih dulu oleh seorang pria yang alih-alih adalah Furqon, sahabat Azzam yang juga mahasiswa dari keluarga kaya yang juga cerdas dimana dalam waktu dekat akan menyelesaikan S-2 nya. Azzam bisa menerima alasan itu, meskipun hatinya cukup perih.
Tetapi kemudian Furqon mendapat musibah yang sangat menghancurkan harapan-harapan hidupnya. Hal tersebut membuatnya menghadapi dilemma antara ia harus tetap menikahi Anna yang telah dikhitbahnya, tetapi itu juga sekaligus akan dapat menghancurkan hidup Anna.
Sementara itu Ayyatul Husna, adik Azzam yang sering mengirim berita dari kampung, membawa kabar yang cukup meringankan hati Azzam. Agar Azzam tidak perlu lagi mengirim uang ke kampung dan lebih berkonsentrasi menyelesaikan kuliahnya. Karena selain Husna telah lulus kuliah di UNS, ia juga sudah bekerja sebagai Psikolog. Keahlian Husna dalam menulis sudah membuahkan hasil. Penghasilan Husna cukup dapat membiayai kebutuhan adiknya yang mengambil program D-3, serta adik bontotnya yang bernama Sarah yang masih mondok di Pesantren.
Azzam yang sudah sangat rindu dengan keluarganya memutuskan untuk serius dalam belajar, hingga akhirnya berhasil lulus. Azzam pun menepati janjinya ke keluarganya untuk kembali ke kampong dan segera mencari jodoh di sana, memenuhi amanat ibunya. Walaupun sebenarnya masih terbersit sedikit harapan untuk tetap mendapatkan hati Anna.
 Apakah mungkin Azzam akan berjodoh dengan Anna? Ataukah Eliana yang sebenarnya juga masih penasaran dengan Azzam? Ataukah Azzam berhasil menemukan tambatan hatinya di Indonesia?..
          Anna Altafunnisa adalah anak dari seorang kiai ternama disebuah pesantren termahsyur di Desa Wangen yakni, Kiai Lutfi. Ia tumbuh dan besar dengan akhlak dan budi pekerti yang baik, ditambah lagi dengan paras yang cantik dan menawan, sehingga banyak mahasiswa Al- Azhar yang suka dan menaruh perhatian padanya termasuk diantara mereka Azzam dan Fuqran, serta laki-laki yang kenal dengan Anna di Indonesia, khususnya para santri dari pada pesantren Wangen.
          Saat Anna kembali ke Indonesia, karena ia mendapat kesempatan untuk membuat penelitian dalam penyelesaiaan tesisnya, saat itulah Ayah nya meminta pada Anna agar memilih salah satu lamaran-lamaran yang telah datang pada nya, yang selama ini banyak lamaran yang datang dan banyak juga yang ditolaknya. Saat itu ayahnya mengatakan satu lamaran yang datang dari orang yang sangat dikenalnya Yaitu M. Ilyas, sedangkan yang datang langsung pada Anna Yaitu Fuqran Andi Haswan, yang melamarnya melalui ustadz Mujab.
          Dalam kebimbangannya  memilih antara Ilyas dan Furqan, ada seorang lelaki yang sebenarnya yang telah memikat hatinya dan diharapkannya bertemu kembali. Ia bertemu baru pertama kali dan waktu itu Ia bertemu di Cairo, yang dikenal olehnya dengan nama Abdullah alias Azzam, seorang penjual bakso dan tempe sekaligus Mahasiswa di Universitas Al- Azhar, Cairo. Berhubungan lamaran yang datang hanya dari Ilyas dan Furqan, dan harus dipilih salah satu dari mereka secepatnya, maka Ia memilih Furqan yang seorang lulusan S2 di Cairo dan sedang mengambil S3 nya, terlebih lagi karena Ia tahu lebih dekat siapa Furqan, dan tidak memilih Ilyas, karena kurang dapat menjaga pandangannya terhadap wanita.
          Setelah terikat dengan Furqan tanpa diduga Ia bertemu kembali dengan orang yang pernah memikat hatinya, Azzam,dan yang sekarang ada di Indonesia, dan tanpa disadarinya Ia telah mengenal baik keluarga Azzam yang memang tinggal di Indonesia. Harapan yang telah disimpannya untuk Azzam telah terhalang dan harus dilupakan/ dihapus dari hidupnya karena Ia juga sudah memiliki Furqan sebagai calon suaminya, ternyata bagi Azzam yang juga menyimpan rasa yang sama pada Anna saat di Cairo harus rela melupakan Anna.
          Pernikahyan Anna dan Furqan berlangsung dan mereka hidup dengan baik. Begitu juga pada Azzam, setelah Anna menikah, ibunya menyuruh agar Ia segera mencari pasangan hidup, dan Azzam pun mencari pendampingnya. Banyak wanita yang sudah dilamarnya, tapi selalu ada saja yang tidak cocok untuk dirinya, hingga suatu saat lamaran diterima seorang wanita dan hampir terjadi akad, harus terputus karena suatu kecelakaan yang menyebabkan Ibunya meninggal dan Ia lumpuh untuk beberpa waktu yang cukup lama.
          Selam 6 bulan Anna dan Furqan dalam kehidupannya yang baik saja, dan saat itu juga hubungan mereka retak, Furqan menceritakan pada Anna bahwasanya dia sudah tidak perjaka lagi sebelum menikah dengan Anna dan dipastika terkena HIV dan karena itu juga Ia tidak pernah menyentuh Anna, sehingga akhirnya Ia terpaksa memberi kebebasan untuk Anna (cerai).
          Kembalilah Anna pada orang tuanya,. Azzam yang lumpuh setelah kecelakaan itu telah sembuh seperti semula, Ia mendatangi kiai Lutfi mohon bantuan mencarikan jodoh yang tepat sesuai permintaan Ibunya dulu. Kiai Lutfi lalu menceritakan seorang wanita yang dicerai suaminya karena suatu hal dan wanita itu masih perawan, yang diharapkan kiai Lutfi sendiri agar dapat diterima Azzam. Tanpa disadari Azzam Ia menerima tawaran Kiai Lutfi, agar menerima wanita itu menjadi istrinya, Azzam sangat senang begitu tahu kalau wanita yang diceritakan itu adalah orang yang pernah dicintainya yaitu Anna Althafunnisa, begitu juga sebaliknya Anna sangat senang karena Ia juga menjadi istri dari orang yang dulu sangat diharapkannya, atau cinta pertamanya.
          Setelah sebulan pernikahan Anna dengan Azzam, tiba-tiba Furqan kembali menghubungi Anna dan membawa rujukan, dan Ia menceritakan bahwa Ia tidak terkena HIV. Tapi semua sudah terjadi Anna dan Azzam sudah bahagia, dan mereka mendoakan agar Furqan menemukan pasangan hidup yang cocok untuk nya.



UNSUR INTRINSIK NOVEL “KETIKA CINTA BERTASBIH”

1.Tema        :
a.       Tema khusus   : Perjuangan hidup
Alasan             : Isinya bagus serta dapat mengajari kita soal hidup, cinta dan bagaimana                              mengatur skala prioritas dalam mengambil tindakan.
b.      Tema umum    : Perjuangan hidup untuk mengapai kebahagiaan

2.Alur / Plot      :
              Dalam novel ini penilis menggunakan alur maju, karena dimulai dengan awal pertemuan Anna Althafunnisa dengan Azzam, yang mana mereka telah melewati liku-liku kehidupan hingga akhirnya mereka bersatu / menikah.

3.Setting / Loka
              Dalam novel ini tempat yang dipakai penulis untuk mengisi ceritanya terletak di Cairo, di Desa Kartasura, Desa Wangen jawa.

4.Perwatakan / Krakter
·         Anna Althafunnisa : Seorang gadis yang sangat sempurna dimata semua orang, selain pintar                                dan cantiknya, dia juga mempunyai budi pekerti yang baik
·         Khairul Azzam           : Seorang Pemuda yang bertanggung jawab terhadap keluarga dan atas                                setiap perbuatannya dan menjadi suami dari Anna Althafunnisa
·          Furqan Andi Hasan : Seorang pemuda yang pernah menjadi suami I Anna dan bercerai karena                             suatu masalah yang sangat serius
·         Kiai Lutfi                   : Seorang Ayah yang sangat bertanggung jawab atas perbuatannya dan                                dapat             menjadi panutan bagi masyarakat.
·         Ayatul Husna             : Gadis yang sangat menyayangi keluarganya dan menjadi perantara yang                            mempertemukan Anna dengan Azzam ketika di Indonesia



1. Teknik cakapan
Dalam teknik ini kita bisa mengetahui watak tokoh berdasarkan dialog yang ada dalam novel. Isi dialog itulah yang menuntun kita pada karakter tokoh. Bisa saja penggunaan teknik cakapan ini digunakan bersama-sama teknik yang lain. Dalam cuplikan berikut, kita akan mengetahui beberapa watak tokoh yang terlibat.
“Ilyas cuma satu tahun di sini. Di kelas 3 Aliyah saja. Sebelumnya ia belajar di Pasuruan.Anaknya cerdas. Hanya saja olah bahasanya kurang halus. Tapi pelan-pelan bisa diperbaiki. Ia menyelesaikan S1 di Madinah dan sekarang sedang menulis tesis masternya di Aligarh, India. Saat ini ia sedang liburan. Tadi malam ia datang bersama pamannya untuk melamarmu. Aku dan Ummimu tidak mungkin langsung menerima atau menolaknya. Kami akan memutuskan sesuai dengan apa yang kau putuskan.:
“Kalau Abah sendiri kelihatannya bagaimana?”
“Abah sendiri tidak ada masalah. Selama yang datang itu orang yang shalih dan berilmu saja. Dan Ilyas sudah memenuhi kriteria itu. Selanjutnya tergantung kamu. Sebab kamu yang akan menjalani. Kaulah yang menentukan siapa pendamping hidupmu. Bukan Abah atau Ummimu.
(Habiburrahman; KCB episode 2 hlm 15)
Cakapan tadi selain menunjukkan karakter tokoh Ilyas yang dipandang cerdas dan shalih oleh Abah, kita juga bisa menyimpulkan karakter Abah sebagai orang tua yang sangat penyabar, demokratis dan terbuka. Ia tidak memaksakan kehendak kepada anaknya.
“Yah, terserah bagaimana keputusan kamu. Siapa yang kamu pilih? Furqan atau Ilyas? Abah minta salah satu dari mereka ada yang kamu pilih. Jangan tidak ada yang kamu pilih. Itu saja permintaan Abah dan Ummi padamu, Nduk.”
“Bah, untuk memilih salah satu di antara keduanya, rasanya kita harus adil. Saya sudah pernah bertemu dengan Furqan, tapi belum pernah bertemu Ilyas. Rasanya kalau saya putuskan memilih Furqan misalnya, itu tidak adil.
Pak Kiai Lutfi paham.
“Baik, gampang. Kebetulan besok pagi dia mau mengisi acara pembekalan anak-anak kelas tiga Aliyah yang akan meninggalkan pesantren ini. Kau akan aku temukan dengannya.
(Habiburrahman; KCB episode 2 hlm 16-17)
Dari dialog di atas, kita bisa mengetahui bahwa Ana memiliki sifat adil sebelum menentukan pilihannya.
“Fur, kau bahagia?” Tanya Bu Maylaf sambil memandang gurat wajah putranya yang tidak benar-benar cerah.
“Iya bahagialah, Bu. Ibu ini ada-ada saja.”
“Tapi ibu amati begitu pulang dari pesantren tadi wajahmu muram.”
“Ah, tidak. Ibu saja yang terlalu berperasaan.”
“tidak Anakku, ibu serius. Ibu amati kamu masih saja murung. Sejak kamu pulang dari Cairo sampai sekarang kamu kok seperti punya masalah serius? Apa kmu sebenarnya tidak suka pada gadis itu? Merasa salah pilih? Karena kamu sudah terlanjur bilang sama ibu dan ayah, kamu jadi menanggung beban, begitu?”
“Tidak, Bu. Aku tidak ada masalah apa-apa kok. Aku suka gadis itu dan sama sekali tidak salah pilih.”
“Terus kenapa kamu muram seperti tertekan sesuatu?”
“Tidak ada kok, Bu. Sungguh!”
“Fur, firasat seorang ibu pada anaknya tidak pernah salah. Ibu tahu kamu sejak kamu lahir. Kalau kamu senang ibu hafal wajah kamu. Kalau kamu marah, kamu kesal, kamu kecewa. Ibu hafal semua. Juga kalau kamu memendam masalah. Ayo ceritakanlah pada ibu, Nak!” desak Bu Maylaf.
(Habiburrahman; KCB episode 2 hlm 33)
Dialog di atas menunjukkan karakter seorang ibu yang begitu perhatian pada anaknya. Ia begitu khawatir melihat anaknya yang terlihat memendam masalah. Sementara itu Furqan merupakan tokoh yang suka menyembunyikan perasaan dan menutup-nutupi masalah yang dihadapinya, sekalipun kepada ibunya sendiri.
Karakter yang lain juga dapat kita temukan dalam novel ini yang diuraikan kan dengan teknik cakapan.


2. Teknik pikiran tokoh
Melalui pengungkapan pikiran tokoh, kita bias menyimpulkan pendirian tokoh menyikapi suatu masalah. Biasanya pikiran tokoh diungkapkan melalui cakapan juga. Dengan demikian, tidak terlalu berbeda dengan teknik cakapan. Berikut ini adalah contoh karakter Eliana melalui pikiran-pikirannya.
“Menurut Mbak Eliana, kenapa ada Negara yang lebih maju dari Negara lain. Dan ada Negara yang ketinggalan dari Negara lain.” Tanya Husna.
“Sejarah mencatat bahwa prestasi-prestasi besar dilahirkan oleh mereka yang hamper tidak punya waktu untuk istirahat. Mereka yang bekerja keras dengan pikiran cerdas. Kenapa ada Negara lebih maju dari Negara lain, dan ada Negara yang ketinggalan dari Negara lain? Jawabannya menurutku sederhana saja. Suatu Negara lebih maju dari negera lain karena Negara itu lebih hebat kerja kerasnya dari Negara lain. Dan jika suatu Negara ketinggalan jauh di belakang Negara lain, itu karena Negara itu sangat parah malasnya.”
“Jika bangsa kita masih dikategorikan bansa yang ketinggalan dari bangsa lain, menurutku yak arena mayoritas penduduk kita adalah pemalas. Lihatlah para pelajar yang malas-malasan. Pegawai negeri yang banyak malas-malasan. Aku pernah menjenguk seorang kerabat yang sakit di sebuah rumah sakit umum di kota S. Pelayanannya sangat buruk. Para perawat acuh tak acuh. Ketika pasien mengerang kesakitan, para perawat itu malah asyik menonton televise. Jika kita bandingkan dengan Jepang, misalnya, sangat jauh. Di Jepang tidak ada kursi di ruang perawat, apalagi televise. Dan perawat di sana itu malu kalau terlihat menganggur tidak melakukan apa-apa.”
Dalam cuplikan di atas kita bisa melihat bagaimana pikiran tokoh Eliana terhadap kemajuan suatu bangsa dan pandangannya terhadap Indonesia. Dia sangat menghargai kerja keras dan orang yang mau bekerja keras. Kita juga bisa menyimpulkan bahwa tokoh Eliana adalah seorang pekerja keras sesuai dengan pandangannya itu.

3. Teknik arus kesadaran
Arus kesadaran berusaha menangkap dan mengungkapkan proses kehidupan batin, yang memang hanya terjadi di batin, baik yang berada di ambang kesadaran maupun ketaksadaran, termasuk kehidupan bawah sadar. Berikut ini digambarkan bagaimana tokoh Furqan yang merasakan kebimbangan dalam memutuskan sesuatu dalam batinnya.
Ia yakin ada penyakit dalam tubuhnya. Dan perkawinannya dengan Anna nanti akan menularkan penyakitnya pada Anna. Lalu pada anak-anak mereka. Ia lalu membayangkan seperti apa murkanya Anna dan marahnya keluarga besar Pesantren Wangen padanya. Lalu di mana rasa takwanya kepada Allah? Bukankah apa yang dilakukannya itu satu bentuk penipuan paling menyakitkan umat manusia?
Nuraninya memintanya untuk bersikap layaknya orang-orang saleh yang memiliki jiwa ksatria. Nuraninya memintanya untuk membatalkan saja pertunangannya itu. Terserah alasannya yang penting tidak ada yang dizalimi karena ulahnya. Namun nafsunya tidak menerimanya. Ia sangat mencintai Anna. Ia merasa sangat berat memutus begitu saja pertunangannya dengan Anna. Apakah ia akan membuang begitu saja mutiara paling berharga yang paling ia inginkan setelah ada dalam genggamannya?
Tidak!
“Jika aku memutuskan pertunanganku dengan Anna, siapakah yang lantas akan peduli pada nasibku? Biarlah aku menentukan nasibku sendiri!” Tekadnya dalam hati dengan mata berkaca-kaca. Saat ia meneguhkan tekadnya itu, nuraninya menjerit tidak rela. Ia teguhkan untuk tidak mendengar jeritan-jeritan protes nuraninya. Ia berusaha membutakan mata batinnya sendiri.
(Habiburrahman; KCB episode 2 hlm 94-95)
Kutipan di atas adalah salah satu contoh penggambaran arus kesadaran untuk melukiskan tokoh Furqan. Dia yang begitu gamang dalam menentuka sikap antara nuraninya dan nafsunya. Pertimbangan nafsunya lebih besar daripada nuraninya. Inilah yang kemudian menyebabkan dia memutuskan untuk menikahi Anna. Namun dalam bagian lain, pengarang menunjukkan bahwa kebimbangannya terus menghantui bahkan setelah menikah.
Di dalam dadanya seperti ada bara yang membara. Bara cinta, juga bara nafsu pada istrinya. Pada saat yang sama juga ada bara kemarahan yang ia tidak tahu dari mana datangnya. Ia marah pada dirinya sendiri. Marah pada virus HIV yang ia rasa bercokol dalam seluruh sel dan aliran darahnya. Malam ini ia berkukuh untuk tidak menyakiti istrinya. Tapi ia bertanya sendiri pada dirinya, kalau setiap hari bertemu dan tidur satu ranjang dengan istrinya yang begitu jelita, apakah ia akan selalu mampu menahan diri.


4. Teknik pelukisan perasaan tokoh
Ia jadi kembali teringat pada Azzam. Ia tidak bisa mengingkari bahwa Husna bisa selesai S1, Lia bisa selesai D3 dan si kecil Sarah bisa masuk pesantren adalah karena kerja keras Azzam, putra sulungnya yang sampai saat ini belum juga lulus kuliah di Al Azhar.
Perempuan itu meneteskan air mata kembali. Sebuah doa ia panjatkan,
“Ya Allah mudahkanlah semua urusan putraku Azzam. Aku ingin titipkan keselamatannya pada-Mu ya Allah. Engkau Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ya Allah berkahilah umur dan langkahnya ya Allah. Amin.”
Ia mengatupkan pelupuk matanya dan menangis. Ibu mana yang tidak menangis bila teringat anaknya yang sudah Sembilan tahun tidak dilihatnya. Anaknya yang selama bertahun-tahun memeras keringat, darah, dan air mata untuk kesejahteraan adik-adiknya. Ibu mana yang tidak menangis dan lunak hatinya.
“Bue menangis, ya?”
Suara Husna menyadarkannya. Ia mengusap air matanya lalu membuka pelupuk matanya.
“Ah, tidak kok, Na.”
“Maafkan jika ada kata-kata Husna dan Lia yang tidak berkenan bagi Bue ya.”
“Tidak kok Na. Tidak ada yang salam dari kalian. Ibu teringat kakakmu di Mesir dan adikmu di Kudus.”
Kutipan di atas melukiskan bagaimana perasaan sang ibu yang merindukan anaknya yang sudah Sembilan tahun berpisah. Ia begitu menyayangi anaknya tersebut yang telah berkorban untuk kesejahteraan keluarganya.

5. Teknik perbuatan tokoh
Seorang berjaket hitam membentak keras sambil menodongkan pistolnya tepat di jidat Zumrah. Bu Nafis gemetar ketakutan. Husna dan Lia merinding. Sementara Zumrah saking takutnya, tanpa ia sadari mengeluarkan air kencing. Pria berjaket itu baginya bagaikan malaikat pencabut nyawa yang siap mencabut nyawanya. Gigi pria itu bergemeretak menahan amarah. Matanya merah marah.
Mahrus memukul pelipis Zumrah dengan gagang pistol. Zumrah mengaduh. Pelipis Zumrah berdarah. Husna mau bergerak menolong Zumrah tapi dicegah Bu Nafis. Bu Nafis tahu kenekatan Mahrus sejak kecil. Ia tidak ingin Husna celaka dengan konyol.
Dengan segenap kekuatan Mahrus menyeret Zumrah ke halaman. Sekali lagi Mahrus memukulkan gagang pistolnya ke kepala Zumrah. Zumrah langsung terjengkang kesakitan. Mahrus sudah bersiap menembak kepala Zumrah. Niatnya sudah bulat bahwa keponakannya harus dihabisi. Ia tinggal merekayasa laporan kejahatannya saja. Sebuah kejahatan yang layak untuk dienyahkan dari muka bumi.
(Habiburrahman; KCB episode 2 hlm 229-231)
Perbuatan Mahrus dalam kutipan di atas menunjukkan wataknya yang kasar, kejam, dan tanpa perikemanusiaan.
6. Teknik sikap tokoh
“Kak Azzam, nekat saja ke Surabaya. Labrak saja ibunya Mila yang kolot itu. Kalau tetap bersikukuh bawa saja Mila kawin di sini. Kalau Edy kakaknya tidak mau jadi wali, bisa pakai wali hakim. Kalau seperti ini diterus-teruskan yang kasihan kan kaum perempuan. Selalu jadi korban, kayak Si Mil. Apa salah si Mila coba!?” sengit Lia dengan mata menyala-nyala.
“Jangan! Kalau Azzam tetap nekat terus ibunya Mila tetap bersikukuh dan Azzam tetap membawa Mila nikah, ibu kok yakin ibunya Mila itu akan meninggal dunia!” kata Bu Nafis.
“Benarkah, Bu?” heran Lia. Azzam dan Husna juga heran.
“Benar. Ibu agak yakin.”
“Berarti ibu juga berpendapat sama dengan ibunya Mila bahwa anak ketiga tidak boleh menikah dengan anak yang nomor pertama?” kata Lia dengan nada agak sinis.
“Tidak begitu.”
“Terus kenapa ibu itu mati?”
“Kalau Azzam tetap menikahi Mila, Ibu itu akan mati kaku karena marah! Mati karena serangan jantung dank arena sakit hati yang luar bisaa yang dihembuskan oleh setan yang menjaga agar mitos menyesatkan itu!”
“O begitu.” Lia lega.
Dalam cuplikan itu terlihat jelas bagaimana sikap Ibu terhadap usulan kawin lari dan mitos. Ia berfikir rasional dan bijaksana.

7. Teknik pandangan seorang
“Adapun inspirasi cerpen “Menari Bersama Ombak adalah ketegaran dan kesabaran kakak saya. Saya tahu kakak saya siang malam bekerja membuat dan menjual tempe juga menjual bakso di Cairo. Sampai dia mengorbankan kuliahnya. Tapi saya justru menemukan sosok yang saya kagumi, sosok yang seolah terus menari indah bersama ombak kehidupan yang terus datang silih berganti. Terkadang ombak itu datang menggunung sederas tsunami. Namun kakak mampu mengatasinya dengan tariannya yang indah. Ini yang bisa saya sampaikan.”
 “Jujur, pemuda seperti Azzam itu kalau boleh Abah berterus terang adalah pemuda yang jadi idaman Abah. Sayang baru bertemu sekarang. Jika Abah masih punya anak putri pasti akan Abah pinta Azzam jadi menantu. Abah tak akan menyia-nyiakan kesempatan. Abah tahu tentang perjuangannya membesarkan adik-adiknya. Dia sungguh pemuda luar bisaa.”
Watak tokoh juga bisa kita ketahui dari pandangan tokoh lain. Tokoh Azzam digambarkan sebagai pemuda yang bertanggung jawab, gigih, pekerja keras, ulet. Kesan itu kita peroleh dari pandangan tokoh lain seperti Husna dan Abah seperti terdapat dalam kutipan di atas.

8. Teknik pelukisan fisik
Sejurus kemudian mereka berdua turun bersama. Eliana menyambut dengan senyum menawan di bibirnya. Siang itu putri Dubes Indonesia di Mesir itu memakai kaos panjang merah jambu yang dipadu dengan celana jeans merah tua. Rambutnya dia kucir kuda. Apa saja yang dipakai Eliana dan apa saja gaya rambutnya selalu saja menjadikannya tampak jelita.
Sebenarnya penggambaran fisik seseorang tidak secara otomatis menggambarkan karakter tokoh. Namun, setidaknya bias menunjukkan gambaran kepada pembaca tentang sosok tokoh yang diceritakan. Tokoh Eliana dalam kutipan di atas digambarkan sebagai perempuan yang cantik, pandai berdandan, dan supel.

9. Teknik pelukisan latar
Sebenarnya, selesai shalat Subuh, Eliana langsung ingin jalan. Tapi, Bu Nafisah menahan, “Ibu tidak ridha kalau pergi sebelum mandi di rumah ini dan belum sarapan di sini.” Akhirnya Eliana mengalah. Ia akhirnya terpaksa mandi sarapan di rumah Azzam. Eliana ganti pakaian di kamar Husna. Kamar sederhana. Tapi rapi, bersih menebar rasa cinta siapa saja yang masuk di dalamnya. Meskipun sederhana, tapi kamar itu membuat betah siapa saja yang memasukinya. Demikian juga Eliana.
(Habiburrahman; KCB episode 2 hlm 152)
Dengan memahami penggambaran kamar Husna, kita bias mengetahui bagaimana watak Husna yang suka pada kebersihan keindahan, dan kesederhanaan. Perhatikan kalimat kamar itu membuat betah siapa saja yang memasukinya.

10. Teknik pemberian nama tertentu
Teknik pemberian nama (naming) tidak ditemukan dalam novel ini.


KESIMPULAN
Novel KCB episode 2 menggambarkan tokoh-tokohnya dengan berbagai teknik. Teknik analitik dan dramatic digabungkan untuk memunculkan efek dalam terhadap karakter tokoh tersebut. Hampir semua metode yang diungkapkan Suminto A. Sayuti dalam buku Berkenalan dengan Prosa Fiksi digunakan dalam novel ini. Hanya teknik naming yang tidak ditemukan. Hal ini mungkin berkaitan dengan latar belakang releigius yang menghindari penyebutan nama orang yang tidak baik.
Meskipun semua tokoh digambarkan dengan berbagai metode, saya melihat bahwa penokohannya masih ringan. Artinya tanpa harus bekerja keras dengan mudah para pembaca memahami karakter setiap tokoh.
Kecenderungan tokoh dalam novel ini statis. Jarang sekali muncul perubahan karakter yang drastis dalam menyikapi setiap keadaan. Tokoh Azzam misalnya, dari awal diceritakan sebagai tokoh yang saleh dan berbakti kepada orang tua. Sebesar apa pun masalah yang dihadapinya, karakter yang muncul adalah kesalehan tadi, misalnya, sabar, bijaksana, penyayang, dan sebagainya. Kalaupun ada penyimpangan, seketika itu juga ia akan kembali kepada watak aslinya.


DAFTA PUSTAKA
El Shirazy, Habiburrahman. 2008. Ketika Cinta Bertasbih (Dwilogi Pembangunan Jiwa) Episode 2. Cet. Ke-5. Jakarta: Penerbit Republika
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Puisi. Cet. Ke-6. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media
Sumardjo, Jakob. 1986. Novel Indonesia Mutakhir; sebuah kritik. Cet. Ke-3. Bandung: Nur Cahaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar